Ringkasan
Menemukan sang suami berselingkuh tentu membuat dada terasa sakit. Stela merasakan dunianya runtuh melihat dengan mata kepalanya sendiri sang suami bercinta dengan wanita lain. Dia bertahan, tapi bukan untuk tetap bersama, melainkan dia sedang membuat pria itu menyesali perbuatannya dan merasakan sakit yang Stela rasakan.
Perceraian Pengkhianatan Romansa Billionaire Sweet Pernikahan Dewasa Perselingkuhan Memanjakan
Bagian 1
Judul sebelumnya: Cinta & Selingkuh
Dada ini mendadak terasa panas. Seluruh badan terasa bergetar tatkala suara desahan teratur terdengar dari sebuah kamar dengan pintu berwarna putih. Stela Wen yang merasa penasaran mulai melangkahkan kaki lebih dekat.
Pikiran kacau tangan gemetaran, Stela Wen memutar knop pintu.
"Ah! Teruskan, sayang!"
Desahan itu kini terdengar seperti racauan. Dua bola mata Stela berkedut dan badannya terasa kaku. Sang suami yang sangat ia cintai, kini tengah beradu kekuatan bersama seorang wanita yang sangat tidak asing untuk Stela. Emma, yang tak lain adalah sahabat Stela.
Di balik pintu yang terbuka beberapa senti saja, mereka tidak tahu kalau sedang ada sosok mata tajam yang menatap ke arah mereka. Sosok mata yang kini mulai menitikkan air mata tapi lemah untuk berbuat.
Di dalam sana, sungguh pemandangan membuat raga perih seolah di hantam ombak beberapa kali layaknya karang yang hancur. Suami tercinta tengah bermain cinta begitu nikmatnya dengan wanita lain.
Tidak tahan lagi, Stela berbalik badan lalu berlari menyusuri lorong yang sepi. Matanya yang terus menitikkan air mata, ia usap dengan kasar.
"Tega sekali kau padaku!" maki Stela sambil terus melangkah menjauh.
Bugh!
Tubuh Stela terpental hingga menabrak dinding. Seorang bertubuh kekar sepertinya baru saja menabrak tubuh Stela yang sedang lemah.
"Maaf." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Stela. Tanpa menoleh, ia langsung berjalan begitu cepat.
Pria berbadan tinggi itu mendecih, lalu melengos. "Dasar wanita, selalu saja tidak hati-hati."
Sampai di lantai dasar, Stela terus saja berjalan dengan cepat hingga dua kakinya menjauh dari kawasan apartemen elit tersebut. Matanya yang semula terus menangis, kini hanya menyisakan ruang sembab dan memerah. Hatinya benar-benar hancur seperti tersayat-sayat benda tajam.
Karena bingung harus pergi ke mana untuk saat ini, Stela memutar langkah lalu melambai pada taksi yang melintas di seberang jalan.
"Antar aku ke kelab terdekat." Begitu kata Stela ketika sudah duduk di jok belakang.
Sampai di tempat yang diinginkan, Stela buru-buru masuk ke dalam sana. Stela menyusuri kerumunan orang-orang yang tengah berjoget ria hingga akhirnya sampai di depan meja bartender.
Stela duduk di kursi berpapan bundar dengan menyilang kaki. "Berikan aku wine," pinta Stela.
Begitu satu gelas wine mengguyur seluruh tenggorokannya, Stela tertunduk sambil mendesah berat. Gelas ia sodorkan, meminta untuk di isi kembali.
Otaknya saat ini tengah terngiang-ngiang membayangkan apa yang sudah suaminya perbuat dengan wanita lain.
Malam yang lalu, Stela masih teringat saat bercinta dengan sang suami, Alex. Percintaan malam yang begitu nikmat sampai Stela Wen bermandikan keringat. Siapa yang sangka ternyata kenikmatan itu dibagi dengan wanita lain.
Malam ini, dengan bola matanya sendiri, Stela menangkap basah Alex bermain cinta dengan Emma yang tak lain adalah sahabat dekatnya. Bagaimana mereka beradu racauan nikmat, kini mulai menusuk ke dalam telinga hingga terasa seperti ada benda yang menyumbat.
"Kalian memang brengsek!" Stela membanting gelas di atas meja, membuat seorang pria yang berada di dekatnya melirik dengan seringaian.
"Halo, Nona." Pria itu menyapa sambil mengamati lekuk tubuh Stela.
Perlu diketahui, hari ini adalah Anniversary pernikahan Stela dan Alex yang ke satu. Stela semula hendak memberi kejutan untuk sang suami di rumah. Namun, sebuah pesan singkat dari nomor tak di kenal membuat acara makan malam romantis batal. Sebuah pesan singkat yang mendorong Stela meninggalkan tempat romantis menuju sebuah alamat yang tertulis pada ponselnya.
(Datang ke apartemen, dan lihat apa yang suamimu tengah perbuat.)
Begitu bunyi pesan yang masuk. Stela mulanya tidak peduli, tapi setelah satu jam menunggu dan Alex tak kunjung datang, Stela mulai gelisah. Pada akhirnya ia memutuskan untuk datang ke apartemen.
Paras cantik dan gaun malam berwarna merah yang melekat di tubuhnya saat ini, pasti akan membuat pria berhidung belang datang menghampiri. Ditambah lagi pengaruh alkohol yang membuat Stela mulai tidak bisa mengontrol diri.
"Pria sialan!" maki Stela di depan pria tak di kenal itu. "Semua pria memang sama saja!"
Riuh suara musik semakin bergema, membuat suasana hati Stela semakin kacau. Sosok pria yang mendapat bentakan, sepertinya tidak tersinggung sama sekali. Dengan berani, ia justru mulai mendaratkan telapak tangan di atas paha Stela yang putih mulus.
"Jangan kurang ajar!" Stela menepis tangan itu dan kemudian melotot.
"Aku tahu kau sedang kesepian. Biar aku menemanimu." Pria itu maju dan ingin merangkul Stela.
Saat Stela Wen hendak menepis lagi, seorang pria lain datang dan langsung mendorong pria hidung belang tersebut. Pria tersebut jatuh tersungkur di hadapan Stela, hingga membuat beberapa pengunjung menoleh ke arah mereka.
"Berani mengganggunya, mati kau!" ancam pria itu sebelum kemudian membawa Stela Wen pergi dari kelab tersebut.
"Siapa kau?" tanya Stela Wen saat dalam gendongan pria yang baru saja menolongnya. "Apa kau Alex?" Stela mendongak lebih tinggi.
Pengaruh alkohol terus menguasai tubuh Stela. Matanya mulai kabur dan sosok pria itu tidak bisa Stela pandang dengan jelas.
Stela Wen kini sudah duduk bersandar pada jok mobil depan sebelah kanan. Meracau tidak jelas, sosok pria tersebut tidak peduli. Di luar mobil ia tengah menelpon seseorang.
"Sudah aku katakan, aku tidak bisa datang. Kalau kau mau, ambil saja."
Sambungan telpon terputus begitu saja. Ponselnya pun ia masukkan kembali ke dalam saku lalu menyusul Stela yang masih meracau di dalam mobil.
"Kenapa kau tega padaku?" Stela menarik lengan kemeja pria itu. "Kau sangat jahat!" Tak lagi menarik kini sudah berubah menjadi sebuah pukulan.
"Tenanglah!" Dia mendorong tubuh Stela hingga ambruk bersandar lagi. "Aku bukan suamimu yang brengsek itu."
Tidak ada racauan yang keluar dari mulut Stela. Wanita itu kini sudah ambruk tertidur, bersandar pada jok yang sudah diturunkan lebih rendah.
"Kenapa kau cantik sekali?" gumam pria yang kini baru saja meletakkan tubuh molek Stela Wen di atas ranjang.
Peter Alinadro begitu terpesona melihat keindahan wanita yang saat ini tergeletak tidak berdaya. Gaunnya yang tinggi hanya di atas lutut, tersingkap begitu saja menampilkan paha mulus tanpa luka.
"Kau membuatku tergoda." Peter pelan-pelan merangkak di atas Stela yang terlelap.
Bertumpu pada kedua lutut yang mengunci tubuh Stela, satu tangan Peter merambat membelai pipi mulus itu. Wajah cantik, membuat pria mana pun pasti akan terpesona.
Tiba-tiba Peter mendecih lalu ambruk terjatuh di samping Stela Wen. "Bagaimana bisa kau mencintai pria brengsek seperti Alex Anderson"
Peter merubah posisi tubuhnya menjadi miring. Tangannya kini menjulur merengkuh tubuh Stela. Selama wanita itu masih terpejam, tidak akan ada yang tahu apa yang akan atau sudah diperbuat oleh Peter.
Bagian 2
Terbangun dari tidurnya, Stela Wen berteriak sangat kencang hingga bergema ke seluruh ruangan. Stela Wen nampak panik saat mendapati dirinya tengah bertelanjang di balik selimut. Dalam keadaan panik, Stela menarik selimut dan meremas dengan kuat bagian tepiannya. Pandangannya menoleh ke kanan dan kiri memastikan sedang berada di mana saat ini.
"Kenapa aku ada di sini?" Stela Wen menggigit bibir dan beberapa kali mengintip ke balik selimut--memastikan dirinya benar-benar telanjang atau tidak.
Stela Wen mendadak ketakutan. "Di mana bajuku?"
Stela Wen merangkak turun dari atas ranjang dengan melingkarkan kuat selimut besar tersebut. Pandangannya tengah berkeliling mencari keberadaan bajunya.
Tidak ada. Gaun berwana merah yang semalam membalut tubuhnya raib entah di mana. Masih dalam keadaan panik, Stela Wen sampai mengobrak-abrik kamar besar nan luas yang sama sekali tidak ia kenali.
"SIAL!" maki Stela Wen. "Ini pasti karena aku mabok!" Stela Wen menggeram sambil mengentak-hentakkan kakinya dengan frustrasi.
"Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" Stela Wen mulai menangis. Ia terjatuh terduduk di atas lantai sambil mencengkeram kuat selimut yang masih menutupi tubuhnya.
Setelah semalam hatinya hancur karena ditinggal suami berselingkuh, kini Stela Wen harus dibuat gelisah dan bingung karena tidak tahu apa yang sudah terjadi semalam usai dirinya dalam pengaruh alkohol.
"Sebaiknya aku segera pergi!" Stela Wen bangkit lalu mengusap wajah dengan satu tangannya.
Karena sudah bingung harus bagaimana, pada akhirnya Stela Wen memberanikan diri membuka sebuah lemari besar dengan ukiran klasik di setiap tepiannya. Saat dua pintu lemari itu terbuka, dua bola mata Stela spontan membelalak sempurna sampai tidak sadar selimut yang menutupi tubuhnya merosot jatuh ke lantai. Dua tangan Stela Wen kini tengah mendarat menutup bibirnya yang terbuka lebar.
"I-ini … ini pakaian pria se-semua?" Stela Wen terbata-bata.
"Oh astaga!" Stela kemudian tersadar lalu segera menarik selimut tersebut kembali.
Stela mulai panik lagi. Ia semakin takut dan bingung. Seluruh lemari berisi pakaian pria, itu tandanya semalam ia bersama pria asing di kamar ini.
"Aaaaaa!!" Stela Wen spontan berteriak lalu mengatup kembali bibirnya rapat-rapat.
"Aku harus bagaimana?" Stela menggigit bibir bawah. "Siapa pria yang bersamaku semalam?"
"Tidak, aku tidak boleh diam saja." Stela buru-buru menarik satu kemeja berwarna putih, lalu memakainya dengan cepat.
Kemeja yang kini sudah ia pakai, menutup tubuhnya hingga sampai di bawah lutut. Itu menandakan kalau pemilik kemeja tersebut pastinya berpawakan tinggi tegap.
"Aish, apa yang sudah aku pikirkan!" Stela Wen menjitak kepalanya yang tiba-tiba malah memikirkan sosok pria pemilik kemeja tersebut.
Selesai merapikan rambut dan penampilannya yang sempat kacau, kini Stela Wen buru-buru keluar dari kamar. Sesampainya di luar, Stela Wen baru menyadari kalau tempat yang sedang ia pijak adalah sebuah rumah mewah. Dan Stela dibuat terkejut lagi saat tiba-tiba ada dua orang pelayan wanita mendekat ke arahnya.
"Nona sudah bangun?" salah satu dari mereka bertanya.
Stela Wen yang bingung nampak mengerutkan dahi. Dua pelayan itu semakin membuat pikiran Stela Wen kacau.
"Si-siapa kalian?" tanya Stela Wen.
"Kami pelayan di rumah ini," jawab mereka bersamaan.
Rumah siapa ini? Stela Wen kian bingung. Rumahnya begitu besar dan mewah. Interiornya sangat megah dan riasan di dalamnya begitu modern. Tidak sadar, Stela Wen sampai menyapu pandangan ke seluruh ruangan.
"Maaf, Nona. Apa Nona mau sarapan?" tawar pelayan tersebut membuyarkan lamunan Stela Wen.
Stela Wen buru-buru menggeleng. "Aku mau pergi saja dari sini. Di mana pintu ke luarnya?"
Dua pelayan tersebut saling pandang untuk sesaat sebelum kemudian mempersilahkan Stela Wen pergi.
Stela Wen ingin berhenti mengingat-ingat kejadian semalam yang membuat dirinya sampai bisa berada di kamar asing tanpa busana. Stela yang kini sama sekali tidak memiliki uang, hanya bisa berjalan menyusuri trotoar tanpa alas kaki. Busa dikatakan, nasib Stela Wen benar-benar sial.
Meski sudah berjalan sejauh mungkin, tidak ada satu orang pun yang berinisiatif menolongnya. Kehidupan di kota ini memang lebih banyak orang memilih acuh dari pada ikut campur urusan orang lain.
"Apa dia sudah pergi?" tanya Peter sesampainya di rumah.
"Sudah, Tuan. Nona Stela Wen saya biarkan pergi sesuai perintah Tuan," jawab pelayan tersebut.
Tidak bertanya lagi, Peter berjalan menaiki anak tangga. Ia berjalan sambil melonggarkan dasi yang masih melingkar di lehernya. Kemudian Peter merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.
"Apa kau mengikutinya?" tanya Peter pada seseorang di balik ponsel. "Ikuti sampai dia benar-benar sudah aman."
Tut! Ponsel terputus dan Peter melemparnya ke atas kasur.
"Hanya karena wanita itu, aku sampai merasa cemas." Peter menjatuhkan diri di atas sofa.
Perasaan kadang tidak bisa ditebak. Pun dengan perasaan Peter pada Stela Wen. Cih! Wanita bodoh yang memiliki pria brengsek!
Peter duduk setengah membungkuk sambil memijat kepalanya yang terasa pening.
"Apa aku terlalu bodoh?" gumam Peter sambil menatap ranjang yang semalam ada seorang wanita terbaring di atasnya. "Dia wanita bersuami, bagaimana aku bisa tertarik padanya?"
Tidak ingin larut dalam pikirannya yang kacau, Peter kemudian memutuskan untuk berendam di bak mandi.
Di sisi lain, kini Stela Wen sudah sampai di rumah ke dua orang tuanya. Melihat tampilan Stela Wen, tentunya membuat sang ibu bertanya-bertanya.
"Ada apa dengan bajumu?" tanya Janete. "Kenapa kau terlihat kacau?" Ia mulai curiga.
Stela Wen acuh dan masuk ke dalam rumah begitu saja. "Tidak ada apa-apa."
Janete menutup pintu lalu menyusul Stela Wen. "Apa kau bertengkar dengan suamimu?" tanya Janete.
"Tidak, Ibu," desah Stela Wen. "Aku hanya salah pakai baju tadi. Aku buru-buru kesini karena ingin mengambil baju lamaku untuk pergi diner bersama suamiku."
Meski jawaban Stela Wen sangat melenceng jauh dari kenyataannya, tapi Janete tetap percaya.
"Stela, kau di sini?" Ayah muncul dari dalam kamar. "Ada apa dengan tampilanmu?" Bukan hanya Janete yang heran melihat tampilan Stela Wen tapi Bowen juga.
"Tidak ada apa-apa, ayah," jawab Stela Wen yang kemudian melangkah menuju kamarnya yang sudah berbulan-bulan tidak ia kunjungi.
"Ada apa dengan dia?" tanya Bowen Wen pada istrinya. "Aneh sekali."
Janete duduk di sofa. "Mungkin semalam dia habis bercinta dengan suaminya lalu paginya datang kesini lupa berganti pakaian."
Bowen Wen tertawa kecil. "Benar juga kau."
"Sungguh pikiran yang kacau!" cerocos Stela Wen setelah mendengar percakapan kedua orang tuanya itu.
Sambil berganti pakaian, Stela Wen masih saja nyerocos hal macam-macam.
"Memang baru saja bercinta, tapi bukan denganku. Melainkan dengan wanita jalang yang gila!" Stela Wen melempar kemeja putih itu ke sembarang tempat.
"Mereka dengab tega bermain cinta di belakangku. Sementara aku … hiks."
Bagian 3
"Kenapa baru pulang?" tanya Alex bernada jengkel.
Sedari pagi Alex sudah menahan rasa lapar, tapi sang istri justru menghilang entah kemana
Stela Wen masuk ke dalam rumah. "Maaf, aku dari rumah ayah," jawabnya acuh.
Alex brdecak lalu menysul. "Aku kelaparan, sementara kau baru pulang. Dasar istri tidak berguna!"
Stela Wen menarik napas sesaat sebelum menoleh. Ingin rasanya menonjok pria tersebut dengan kepalan tangan lalu berteriak dengan kencang. Namun, tidak Stela Wen lakukan dan hanya desahan pelan yang keluar dari mulutnya
"Aku baru sekali ini tidak menyiapkanmu sarapan, dan kau langsung marah-marah." Stela Wen menatap Alex dengan sesal.
Tidak mau disalahkan, Alex kembali berkata, "Tugas istri adalah melayani suami. Akan sangat tidak sopan kalau kau sampai tidak memasakkanuntukku, meski hanya sekali."
Stela Wen tersenyum getir. Dia meminta dilayani, tapi dia sendiri malah melayani wanita lain. Dan untuk soal memasak, kenapa tidak cari pembantu saja kalau memang tidak sabaran? Stela Wen baru menyadari kalau memang selama ini Alex selalu menuntut segala hal.
Cih! Kebusukan itu tertutup rapi karena rasa cinta Stela Wen yang begitu besar.
Meski enggan, tapi Stela Wen tetap melakukan tugasnya. Ia beranjak menuju dapur dan membuatkan sang suami sarapan. Sejujurnya, Stela Wen sedang menghindar. Ia tidak sanggup lama-lama berdiri di hadapan Alex. Kejadian malam itu, sungguh sangat menyayat hati.
Masih dalam kesedihan yang tersembunyi, kakak iparnya yang bernama Angela datang.
"Semalam kau tidak pulang, kemana kau pergi?" tanya Angela dengan ketus.
Angela kemudian duduk usai mengambil gelas. Ia menuang air putih sambil memandangi Stela Wen yang sedang mengambil beberapa sayuran di dalam kulkas
Angela meneguk habis minumannya lalu meletakkan gelas di atas meja cukup keras. "Kau tuli ya!" seloroh Angela. "Aku tanya, kenapa kau diam saja."
"Untuk apa aku menjawab?" Stela Wen berdiri lalu meletakkan beberapa sayur dan lauk mentah di atas meja dapur.
Angela mendecih. "Sombong sekali kau! Aku hanya tidak suka istri adikku tidak tahu aturan."
Dengan enteng, Stela Wen menyahut. "Siapa yang kau maksud tidak tahu aturan? Aku?" Stela balas mendecih.
"Istri mana yang tidak pulang ke rumah tanpa berpamitan?" kata Angela. "Kupikir kau memang wanita jalang!"
"Jaga ucapanmu!" spontan Stela Wen meloyot dan mengacungkan pisau yang sedang ia gunakan untuk memotong sayur.
Angela memutar bola mata seolah tak mengidahkan perkataan Stela Wen. Setelah meneguk satu gelas air putih lagi, Angela kemudian beranjak.
"Dasar wanita jalang!"
Merasa kesal, Stela Wen mencengkeram kuat gagang pisau hingga tak terasa sudah membuat potongan sayur menjadi hancur. Napasnya yang berderu, coba Stela Wen atur ambil menarik napas beberapa kali.
"Sabar Stela Wen. Kau harus tenang. Siapkan saja dirimu untuk membongkar kebusukan suamimu." Stela Wen menyemangati diri.
Kalimat lirih itu hanya sebatas semangat saja. Stela Wen tak sekuat itu untuk mengungkap perlakuan suami di belakangnya selama ini. Selain masih ada rasa, Stela Wen juga tidak ada pilihan untuk melawan. Toh selama ini Alex selalu memenuhi kebutuhannya. Sejujurnya ia juga perhatian meski terkadang ada bentakan karena hal sepele.
Mungkin terima saja untuk sesaat.
Satu jam kemudian, makanan pun sudah tersaji di atas meja. Semua sudah lengkap seperti biasanya. Ada sop dan juga ayam panggang.
"Istriku memang pandai memasak," puji Alex sambil menatap bergantian menu makanan yang tersaji di atas meja.
Sebatas pujian begitu saja, Stela Wen sudah merasa bahagia. Namun, senyum tipis saat ini seketika senyap saat Stela Wen kembali teringat sosok sahabatnya yang dengan tega menusuknya dari belakang.
Tidak lama kemudian, Angela ikut bergabung. Wanita itu memang selalu acuh di hadapan Stela Wen. Tidak lama kemudian munculah May, ibu mertua Stela Wen.
Ini sudah jam sembilan, Stela Wen baru sadar kalau ternyata seisi rumah ini memang hanya memanfaatkannya. Kenapa Stela Wen baru menyadarinya?
"Apa mereka semua menganggapku budak di rumah ini?" batin Stela Wen. "Cih, jika bukan karena kejadian semalam, mungkin aku masih akan tetap mengangguk iya saat mereka menyuruhku." Stela Wen masih bergumam di dalam hati sambil melirik ke arah mereka bergantian.
"Semalam kau tidak pulang, dari mana saja kau?" tanya May.
Alex yang baru saja menelan sesuap nasi ikut menyahut, "Iya, aku sampai lupa bertanya hal ini. Kau dari mana?"
Stela Wen mendongak dan menatap ke arah sang suami. "Kau ingin tahu semalam aku di mana?" Ia balik bertanya.
"Hei! Dia itu suamimu, tentu saja dia harus tahu," ketus Angela
"Pelankan suaramu, Angela," pinta Alex. "Stela Wen, kau tidak apa-apa kan?" tanya Alex saat mendapati Stela Wen termenung.
Stela Wen tersenyum. Ia kembali menatap Alex. "Aku berdandan cantik semalam. Aku menyewa sebuah restoran untuk memperingati aniversary pernikahan kita yang ke satu tahun."
Degh! Alex spontan menjatuhkan sendok ke atas piring. Pria itu tertegun menatap ke arah Stela Wen dengan bingung. Angela Dan May hanya diam tidak mau ikut campur.
"Ma-maaf, aku tidak ingat," sesal Alex.
Jika saja Stela Wen tidak tahu apa yang dilakukan Alex bersama Emma, mungkin hatinya saat ini tidak terlalu dongkol. Makan pun rasanya tidak selera lagi.
"Aku sudah kenyang. Aku masuk ke kamar dulu." Stela Wen mengusap bibirnya dengan tisu lalu bangkit.
Alex yang merasa bersalah, segera pergi menyusul sang istri.
"Mereka itu kenapa?" tanya May acuh.
"Biarlah, namanya juga orang labil," sahut Angela enteng.
Angela kembali menikmati makanannya. Ia terlihat tersenyum tipis seperti telah mengetahui sesuatu.
"Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" tanya May.
"Siapa? Aku tidak senyum-senyum sendiri." Angela mengelak.
Beralih ke kamar, Stela Wen sedang berada di kamar mandi. Alex yang merasa bersalah, duduk di tepi ranjang menunggu sang istri.
"Bagaimana aku bisa lupa?" batin Alex. "Kalau saja bukan karena dirayu Emma, mungkin aku tidak lupa. Sial!"
Beberapa kali Stela Wen membasuh wajahnya. Ia sedang mencoba menyembunyikan matanya yang merah dengan alasan terkena air terlalu banyak. Sambil mengelap wajahnya, Stela Wen kemudian beranjak ke luar.
"Maafkan aku," kata Alex
Ia sudah berdiri dan menghampiri Stela Wen. "Aku sungguh lupa."
Stela Wen memaki dalam hati. "Tentu saja kau lupa. Kau sedang bercinta dengan Emma."
Masih sibuk mengelap wajah di depan cermin, kini Alex sudah memeluk Stela Wen dari arah belakang. Ia mendaratkan dagu di atas pundak Stela Wen. Sesaat mata keduanya saling pandang dari pantulan cermin.
"Sebagai permintamaafanku, aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Bagaimana?"
Setidaknya, wajah masam yang mucul pada diri Stela kini mulai berubah menjadi senyuman.
Bagian 4
Untuk sementara, Stela Wen lupa dengan kelakuan buruk sang suami. Bukan karena bodoh, tapi terkadang rasa cinta yang bisa menepiskan segalanya termasuk sebuah kesalahan.
Pagi ini, sesuai ajakan Alex, Stela Wen sudah bangun lebih awal. Dia mandi dan segera merapikan diri sebelum suaminya terbangun.
"Aku lebih cantik, harusnya kau tidak tergoda oleh wanita itu," gumam Stela Wen saat bercermin.
Stela Wen mengenakan pakaian casual yang senada dengan kulitnya yang putih bersih. Blus berwarna peach dipadukan dengan rok satin dengan brukat melingkar di setiap ujungnya.
"Lihatlah, aku juga bisa berdandan dengan cantik. Untuk apa kau bercinta dengan Emma?" Stela Wen tersenyum getir saat teringat kembali dengan kejadian malam itu.
Hoaaaam …
Stela Wen menoleh saat mendengar lenguhan itu. Di atas ranjang, sang suami tengah menguap dan menggeliat.
"Kau sudah bangun?" sapa Stela Wen sambil berjalan mendekat.
Alex mengangkat tubuh dan tertuduk. Ia mengucek mata sesaat sebelum akhirnya membulatkan dua bola matanya ketika melihat tampilan Stela Wen.
"Kau cantik sekali," puji Alex dengan seutas senyum.
"Apa biasanya aku tidak cantik?" batin Stela Wen.
"Bangunlah, aku sudah menyiapkanmu sarapan," kata Stela Wen kemudian.
Alex segera merangkak turun dari atas ranjang. Ia memberi satu kecupan di bibir Stela Wen sebelum pergi ke kamar mandi. Harusnya ini menjadi kecupan yang membahagiakan, tapi entah kenapa rasanya begitu hambar. Bayangan perselingkuhan itu tidak mudah untuk dilupakan.
Setelah pintu kamar mandi tertutup dan Alex masuk ke dalamnya, Stela Wen beralih ke arah lemari. Ia hendak menyiapkan pakaian untuk sang suami. Sekitar tiga menit dan suaminya tak kunjung keluar dari kamar mandi, Stela Wen memilih pergi ke ruang makan dulu.
"Pagi, Bu." Stela Wen menyapa ibu mertua yang sudah lebih dulu sarapan bersama May.
May dan Angela melirik ke ara Stela Wen. "Mau pergi ke mana kau? Kenapa rapi sekali?" tanya Angela.
"Pekerjaan rumahmu banyak, ibu tidak mengizinkanmu pergi," sambung May acuh.
Stela Wen meletakkan kardus susu yang hendak ia tuang ke dalam gelas menggunakan sendok. "Tapi, Bu, aku ada rencana dengan Alex. Alex mengajakku pergi hari ini."
"Mana mungkin," tapis May "Putraku sangat sibuk di kantor. Dia tidak mungkin ada waktu untuk mengajakmu ke luar."
Benar saja, begitu Alex datang, dia tidak memakai baju yang Stela Wen siapkan di atas ranjang. Ia justru memakai setelan kemeja dan sepatu pantofelnya. Tak lupa juga tas kerjanya yang ia jinjing
"Lihat, benar apa kata itu. Alex hari ini sibuk kerja." Angela mencibir.
"Bukankah kita akan pergi?" tanya Stela Wen sambil menatap Alex heran. "Aku sudah siap-siap dari pagi."
Tanpa raut rasa bersalah, Alex meletakkan tas kerjanya di atas meja lalu mengusap pipi Stela Wen. "Maaf, sayang. Aku lupa kalau hari ini ada pertemuan dengan klien dari luar negeri."
"A-pa?" Stela Wen ternganga. "Ta-tapi aku …"
"Lain kali saja ya, aku sedang buru-buru." Seperti tidak peduli dengan raut sendu wajah sang istri, Alex beranjak pergi begitu saja usai menjabret tas kerjanya.
Dua orang yang masih duduk di ruang makan terdengar cekikikan menertawai Stela Wen.
"Apa yang kalian tertawakan!" bentak Stela Wen sambil menggebrak meja.
Angela dan May sampai tersentak kaget.
"Lama kelamaan tingkah kalian bikin aku muak!" Stela Wen mendecih lalu melengos dan berlari masuk kamar.
"Dasar wanita gila!" seloroh Angela sambil mengusap dada. "Dia membuatku kaget."
"Maklum, dia itu sedang stres!" sambung May.
Di dalam kamar, Stela Wen menggeram kuat ia menarik selimut yang semula tertata rapi di atas ranjang hingga tergelar sembarang di atas lantai. Stela menangkup wajah lalu mendongak ke langit-langit.
"Aku sudah muak!" teriak Stela Wen. "Aku tidak terima kau memperlakukanku seperti ini terus."
Setelah merapikan tampilannya yang sempat berantakan karena melampiaskan amarah, Stela Wen meraih ponsel dan tas selempangnya. Ia kemudian beranjak pergi tanpa berpamitan pada penghuni rumah.
"Mau pergi ke mana kau!" teriak Angela saat Stela Wen sampai di ambang pintu.
"Bukan urusanmu!" sahut Stela Wen tanpa menoleh.
Stela Wen melangkah dengan cepat hingga menjauh dari rumah tersebut. Ia pergi dengan mengendarai motor matiknya.
"Sebaiknya aku menemui Jacob." Stela Wen membelokkan mobilnya menuju sebuah restoran.
Sampai di sana, Stela Wen buru-buru masuk ke dalam. Dia tahu orang yang harus di temui saat merasa sedih.
"Stela?" pekik Jacob begitu Stela Wen masuk ke ruangannya tanpa permisi.
"Jacob …" Stela Wen menghambur menghampiri Jacob sambil menangis.
Jacob yang bingung, mendorong pelan tubuh Stela Wen hingga pelukan terlepas. "Ada apa?"
Sebagai sahabat Stela Wen sejak kecil, Jacob tentu akan sangat khawatir jika sesuatu terjadi padanya. Meski Jacob terlahir sebagai sosok pria berkepribadian wanita, tapi percayalah, dia sungguh tulus saat menjalin persahabatan dengan Stela Wen.
"Apa yang terjadi? Katakan padaku?" Jacob menangkup pipi Stela Wen. "Apa ipar dan mertuamu menyakitimu?"
Stela Wen menggeleng kuat. Hari-hari Stela Wen memang selalu dibuat jengkel oleh dua orang itu, tapi kali ini bukanlah tentang mereka.
"Lalu apa?" Jacob mengguncang kedua pundak Stela Wen pelan. "Kau jangan membuarku khawatir, Stela."
Stela Wen kembali sesenggukan dan menjatuhkan ujung kepala di dada Jacob. "Dia, dia … dia menduakanku." Stela Wen menangis tersedu-sedu.
"Aku mencintainya, tapi kenapa begini?"
"Tunggu!" Jacob mendorong lagi tubuh Stela Wen lalu menatapnya tajam. "Maksudmu Alex berselingkuh?"
Stela Wen mengangguk. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Alex … dia bercinta dengan Emma"
"APA!" Jacob sontak membelalak dan berteriak.
Mendengar teriakan Jacob yang terkejut, Stela Wen menangis semakin jadi. Jacob yang semakin khawatir dan sedikit panik, segera menenangkan.
"Maaf, aku minta maaf. Aku hanya kaget," kata Jacob sambil mengusap pundak Stela.
"Dia jahat padaku. Aku harus bagaimana?" Stela memelas semakin membuat Jacob tidak tega.
"Sekarang, lebih baik kau tenangkan dirimu dulu. Kalau kau sudah tenang, kau bisa pikirkan cara untuk berbuat."
Stela Wen mengusap air matanya. Ia sedikit tersenyum saat menatap Jacob yang juga tersenyum padanya. Beberapa detik kemudian, Stela Wen bergeser dan duduk sambil bersandar.
"Dua hari ini hidupku terasa kacau," desah Stela Wen.
Stela Wen termenung sambil mengingat kembali malam itu. Bukan malam di mana sang suami bercinta dengan wanita lain, tapi mengingat bagaimana dirinya terbangun dalam keadaan telanjang di sebuah kamar mewah.
"Stela."
Tidak mengingat sama sekali kejadian malam itu selain dirinya mabuk bersama satu pria. Mungkinkah pria bringas itu? Ah, tentu saja bukan. Stela Wen terus memutar otak.
"Stela."
"Oh, maaf. Aku melamun." Stela berkedip cepat. "Aku hanya sedang mencoba mengingat sesuatu."
Bagian 5
"Kau sudah oke kan?" tanya Jacob saat sudah duduk di kursi sebuah restoran bersama Stela Wen.
Stela Wen mengangguk.
Tidak lama kemudian pesanan pun datang. Mereka tidak melanjutkan obrolan melainkan menikmati makan siang lebih dulu. Barulah setelah makan habis tak tersisa dan hanya menyisakan minuman saja, Jacob yang masih khawatir buka suara lagi.
"Menurutmu, apa mereka sudah menjalin hubungan yang lama?" tanya Jacob.
Stela Wen mendesah dan angkat bahu. "Aku tidak bisa memastikan. Hanya saja, sudah dua bulanan ini Alex lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Mungkinkah …"
Jacob menyesap minumannya lalu mengecap-ngecap bibirnya. "Bisa jadi. Aku masih tidak habis pikir Emma bisa berbuat demikian. Kurasa dia tidak punya otak."
Stela Wen terdiam lalu meneguk minumannya hingga habis. "Aku juga bingung. Aku hanya kecewa karena semua kuketahui saat Anniversary satu tahun pernikahanku."
Jacob nampak ikut prihatin. "Lalu, setelah ini apa yang akan kau lakukan?"
"Entahlah." Stela Wen angkat bahu. "Aku tidak ada bukti untuk membuatnya mengaku."
Baru selesai Stela Wen berkata demikian, terlihat Jacob tertegun. Pandangan ia lurus menuju sesuatu yang sepertinya berdiri tak jauh di belakang posisi Stela Wen duduk. Stela Wen yang merasa penasaran, segera memutar pandangan ke arah belakang.
Begitu pandangannya mendapati dua orang tengah masuk sambil bergandeng tangan, saat itu juga Stela Wen kembali terduduk dan menangkup mulut. Jacob yang tahu Stela Wen merasa terkejut, segera ikut membungkuk supaya dua orang itu tidak mengetahuinya.
"Kau benar," lirih Jacob.
Stela Wen sudah mengepalkan kedua tangannya. Ia teringat kalau harusnya hari ini ia pergi bersama Alex untuk menebus kesalahan karena ia melupakan hari jadi pernikahan mereka. Sayangnya, Stela Wen kembali kecewa karena lagi-lagi Alex berbohong. Dia yang katanya pergi ke kantor untuk meeting, ternyata malah berkencan dengan Emma.
“Aku sudah tidak tahan lagi!” Stela Wen menggebrak meja lalu beranjak pergi.
“Tunggu, Stela!” cegah Jacob.
Sayangnya, Jacob kurang cepat mencegah Stela Wen. Stela Wen kini benar-benar menghampiri dua orang yang sudah membuat dadanya terasa terbakar.
“Sayang ...” pekik Alex begitu didatangi Stela Wen secara tiba-tiba. Tangan yang semula menggenggam lengan Emma, kini langsung terlepas. Raut panik tergambar jelas di wajah Alex.
“Sedang apa kau di sini?” tanya Alex.
Stela Wen mendecih lalu melirik ke arah Emma terlihat santai tanpa merasa bersalah. Jacob yang berdiri di belakang Stela Wen, mencoba waspada supaya tidak terjadi apa-apa dengan Stela Wen.
“Harusnya aku yang tanya. Sedang apa kau di sini dengan dia?” tanya Stela Wen balik. Ia mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Emma yang acuh.
Emma terdengar mendecih dan membuang muka membuat Stela Wen semakin geram.
“Kami hanya makan siang bersama,” ujar Alex berbohong. “Kebetulan tadi kita bertemu.”
Sudah terlanjur marah, Stela Wen tersenyum getir. “Kau pikir aku percaya? Cih!”
Kalimat bernada cukup tinggi itu berhasil menarik perhatian para pengunjung. Sekitar sepuluh orang pengunjung yang duduk di bangku masing-masing, kini mulai penasaran dengan pertikaian mereka.
“Kau tidak percaya padaku?” tanya Alex.
Stela Wen kembali tersenyum getir. “Aku tahu perbuatan kalian di belakangku. Jangan mengelak lagi. Ingat, bukankah kau hari ini harusnya ada acara bersamaku? Beralasan sibuk di kantor, ternyata kau sibuk bersama selingkuhanmu.”
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi Stela Wen.
“Jaga bicaramu!”
Rasanya begitu panas. Jacob yang kaget bahkan sampai menjerit dan menutup bibir dengan satu telapak tangannya. Sementara para pengunjung restoran, mereka hanya tertegun tanpa berbuat apa pun. Selain karena tak mau ikut campur, itu juga bukan urusannya.
Stela Wen memegangi pipinya yang perih. “Tega kau menamparku demi membela dia?” bola matanya nanar begitu tajam menatap Alex.
“Jangan memperlakukan dirimu di tempat umum,” kata Alex. “Sebaiknya kau pulang dan merenung.
Dasar gila! Stela Wen sungguh tak habis pikir dengan perkataan Ru Fei yang seolah merasa paling benar di sini. Siapa yang salah, siapa yang dimaki.
Sebelum beranjak pergi, Stela Wen maju dan berjinjit. Ia berdiri mengimbangi Alex. “Untuk apa aku malu. Jelas-jelas kau yang berselingkuh.”
Setelah itu Stela Wen meraih tangan Javob dan beranjak meninggalkan restoran tersebut. Cengkeraman yang kuat, Jacob yakin kalau Stela Wen sedang menahan tangis supaya tidak membludak.
Begitu Stela Wen sudah menjauh, Alex tiba-tiba menggeram membuat para pengunjung kembali dibuat terkejut setelah tamparan tadi. Alex sampai menendang kaki meja dan membuat Emma terjungkat kaget.
Karena tidak mau tempatnya menjadi pusat keributan, menejer restoran sampai turun tangan dan meminta mereka segera angkat kaki.
“Kenapa kau harus marah?” tanya Emma bingung. “Kau membuatku takut.”
Alex terduduk di jok mobil lalu bersandar dan menangkup kepala hingga rambutnya tersapu ke belakang menampilkan keningnya yang lebar. Ia membuang napas beberapa kali dan belum memperdulikan Emma yang duduk di sampingnya.
“Bukankah dalam waktu dekat ini kita akan memberi tahu Stela Wen tentang hubungan kita?” tanya Emma lagi. “Aku pikir bahkan kau sudah bicara dengan dia.”
Alex mendengkus lalu memukul bundaran setir. “Kau pikir mengakui semua ini mudah, ha?”
“Memang apa yang sulit?” sahut Emma cepat. “Kita sudah berhubungan cukup lama, harusnya saat ini kau memutuskan untuk segera menikahiku.”
“Aku tahu. Tapi aku ...”
“Kau masih mencintai dia. Benar begitu?” Emma mendecih lalu melengos. “Aku sudah tahu."
Alex tidak berkata apa-apa lagi. Ia mendengkus sekali lagi lalu menyalakan mesin mobilnya dan segera pergi.
“Sudahlah, tidak usah kau tangisi pria itu.” Di sudut taman, Jacob tengah menenangkan Stela Wen yang sedang menangis
Di bawah pohon beringin, Stela Wen duduk sambil memeluk kedua lututnya dengan kuat.
“Satu tahun kita menikah, tega sekali dia berkhianat,” kata Stela Wen dalam isak. “Dia pikir aku apa? Kurang apa aku?”
“Kau mungkin tidak memiliki kekurangan. Em ... hanya saja kau itu bodoh.”
Di hadapan Stela Wen, berdiri sosok pria berjas hitam dengan kaca mata tersangga rapi di tulang hidungnya yang mancung. Stela Wen yang terkejut, sudah mendongakkan wajah, pun dengan Jacob.
“Si-siapa kau?” tanya Stela Wen sesenggukan.
“Apa kau sungguh lupa?” Pria itu menyeringai.
Jika Stela Wen melihatnya ngeri, Jacob yang penggila pria berpawakan tinggi justru terpesona.
“Aku bahkan sangat mengenalmu.” Pria itu berkata lagi.
Stela Wen mengusap air matanya sambil berdiri. Ia mencoba mengamati sebagian wajah pria itu yang pandangannya tertuju ke arah jalanan.
“Siapa kau?” Stela bertanya lagi.
“Kalau kau tidak ingat, ya sudah.” Dia angkat kedua bahu. “Huh, aku bahkan sudah mengetahui segala tentangmu, termasuk bagian dalam tubuhmu.”
“A-Apa?” Stela Wen ternganga dan membelalakkan mata, pun dengan Jacob.
Sebelum Stela Wen tersadar dan berencana hendak mengejar pria itu, pria itu sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil.
“Hei!” teriak Stela hingga tubuhnya mencondong.
Mobil itu melaju meninggalkan Stela Wen yang dirundung pertanyaan.
Bagian 6
Stela Wen semakin terlihat frustrasi. Selain memikirkan perselingkuhan sang suami, ia juga mendadak teringat dengan kejadian malam itu. Kejadian di mana ia terbangun berada di kamar asing.
Mungkinkah ada hubungannya dengan pria itu?
Aaaaaarg! Stela berteriak hingga membuat Jacob menangkup kedua telinga.
“Baby, Please! Kau membuatku terkejut.” Jacob mengerutkan wajah. “Berhentilah memikirkan suami gila mu itu!”
Stela Wen menjatuhkan diri di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Ia menyembunyikan wajah beberapa saat sebelum kemudian memiringkan wajah ketika merasa engap.
“Sekarang semua keputusan ada di tanganmu, Honey.” Jacob berdiri di samping ranjang dengan tatapan prihatin. “Aku pulang dulu.”
Stela Wen tidak terbangun saat Jacob pamit untuk pergi. Ia terlalu lemas dan malas walau hanya sekedar menopang tubuhnya sendiri.
Sampai di depan pintu ruang tamu, Jacob bertemu dengan Angela dan mertua Stela Wen. Sepertinya mereka baru saja pulang dari shopping.
“Banci, sedang apa kau di sini?” seloroh Angela pada Jacob.
Jacob hanya mendecih dan berlenggak sambil mengibaskan wajah. May dan Angela tidak peduli dan masuk membawa barang belanjaannya.
Setelah bertemu dengan dua nenek sihir, kini Jacob bertemu dengan Alex. Dia baru saja turun dari mobil. Jacob yang sudah merasa geram, segera menghampiri sambil berkacang pinggang.
“Kau itu pria normal atau bukan?” tanya Jacob. “Tega sekali kau menyakiti Stela Wen. Dasar brengsek! Cuih!”
Alex sama sekali tidak menggubris ocehan Jacob. Ia memutar bola mata dan melenggang begitu saja.
“Kau yang bukan pria normal. Dasar aneh!” Alex bergumam sambil masuk ke dalam rumah.
Sampai di dalam rumah, Alex segera menyusul Stela. Dia merasa bersalah karena sudah menampar Stela di tempat umum, bahkan di hadapan Emma.
“Tega sekali dia menamparku,” sungut Stela sambil berpakaian usai mandi.
Tadi, setelah Jacob pergi, Stela Wen bangkit dari atas ranjang dan segera membersihkan diri walaupun hanya sebatas menyiram tubuhnya dalam satu guyuran air saja.
“Pipiku bahkan sampai merah.”
“Sayang ...”
Stela Wen tertegak lurus menatap cermin. Suara serak itu sangat tak asing dan pastilah suara Alex. Stela yang semula hendak menyisir rambut menoleh sesaat lalu kembali menyisir rambut.
“Kau sudah pulang?” tanya Stela acuh.
Alex tersenyum lalu mendekat. Dia melingkarkan tangan di pinggang Stela lalu mendaratkan dagu pada pundak Stela.
“Aku minta maaf.”
Stela mendecih pelan lalu menyingkir. Dia sampai melempar sisir hingga menabrak sebotol parfum.
“Kau selalu minta maaf. Kemarin kau juga minta maaf.”
“Kali ini aku sungguh minta maaf.” Alex meraih tangan Stela. “Sungguh.”
Stela Wen mengibas tangan hingga terlepas. Ia berjalan ke tepi ranjang menghadap ke arah jendela. Stela pikir semua pria memang sama, mereka akan memohon maaf untuk merayu lalu kembali mengulang kesalahan setelah mendapatkan restu maaf itu. Sangat klasik!
“Aku akan memaafkanmu jika kau jelaskan ada hubungan apa antara kau dengan Emma.” Stela Wen berbalik sambil melipat kedua tangan di depan dada.
Alex terdiam beberapa saat. Dia melangkah lalu duduk di sandaran. “Jangan membahas hal itu dulu,” kata Alex kemudian.
Stela menaikkan satu alisnya. “Kenapa?”
Beberapa detik tidak mendapat jawaban dari Alex, Stela mendekat. “Aku ini istrimu, aku berhak tahu ada hubungan apa kau dengan wanita yang bisa dikatakan teman dekatku? Sudah jelas kau berselingkuh.”
“Diam!”
Stela terperanjat dan mundur. Hardikan sang suami membuat bola mata Stela membulat sempurna.
“Aku sama sekali tidak berselingkuh,” kata Alex kemudian. “Sebelum mengenalmu, Emma adalah kekasihku.”
Penjelasan tersebut membuat Stela tertawa getir. Ingin rasanya marah, tapi Stela memilih mengikuti saja dan mendengarkan penjelasan Alex sampai akhir.
“Lalu, kalau dia itu kekasihmu, kenapa kau menikahiku?” tanya Stela.
Alex terdiam lagi. Ia tidak mungkin menjawab alasan kenapa dulu dia mau menikahi Stela. Jika saja Emma tidak muncul kembali dalam kehidupan pernikahan Alex, mungkin Alex tetap masih mencintai Stela walaupun dulu sama sekali tidak ada rasa cinta.
“Kenapa kau diam saja?” Stela kembali bertanya.
“Sudahlah. Aku tidak mau ada masalah di antara kita.” Alex berdiri. Ia melengos lalu menjambret handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Spontan Stela mengangkat kedua tangan membentuk cengkeraman. Stela merasa muak dengan tingkah suaminya yang sungguh tidak ada rasa bersalah sedikit pun. Alex sedang mencoba menghindar. Karena merasa tak tahan, Stela memutuskan untuk pergi dan mencari angin malam.
“Ke mana dia?” gumam Alex begitu mendapati Stela tidak ada di kamar. “Em, mungkin sedang makan malam.”
Alex tidak tahu saja kalau Stela sedang keluar. Rasa frustrasi dikhianati, bisa saja membuat seseorang mencari pelampiasan. Tidak disangka, malam kelam yang harusnya akan Stela gunakan untuk mencari hiburan, harus batal karena ada sosok Emma yang menghalangi jalan.
“Sedang apa kau di sini?” tanya Stela Wen dengan sinis.
Emma berjalan ke tepian gedung sambil tersenyum. “Bukankah ini tempat kita berdua?” Emma menoleh dengan kepala miring.
Senyum itu, rasanya membuat Stela ingin mendorong tubuh Emma supaya jatuh ke jurang. Bisikan dan bayang-bayang tersebut akhirnya Stela tepis dan bergidik cepat. Stela masih waras dan tidak mungkin sampai melakukan hal bodoh itu.
“Memang ...” kini Stela berjalan beberapa langkah hingga sejajar dengan posisi Emma. “Hanya saja, sekarang tidak lagi. Aku datang hanya ingin mengucapkan kata perpisahan pada tempat ini.”
Emma tertawa mengejek. Stela bisa menebak kalau selama ini gedung tak berpenghuni yang selalu ia anggap berharga, sekarang tidak lagi. Tawa bersama sahabat sebelum dan sesudah menikah kini harus sirna karena pengihanatan.
“Kenapa?” tanya Emma enteng. “Bukankah ini tempat terbaik kita berdua.”
Stela Wen sudah mengepalkan kedua tangannya. Dari cara bicara Emma yang santai, jelas sangat membuktikan wataknya yang hanya berhati busuk. Bermuka dua penuh kepalsuan.
“Kenapa harus Alex?” Stela menatap sendu ke arah Emma.
Emma membalas tatapan itu. Wajahnya yang cantik, kini sedang tersenyum. “Karena aku mencintainya.
Kepalan tangan Stela semakin kuat, rahang pun nampak mengeras.
“Tidakkah kau sadar perbuatanmu itu menyakitiku?” Stela masih menahan amarah
“Tentu saja aku tahu,” sahut Emma santai. “Tapi aku sudah terlanjur cinta. dan lagi ... aku sudah sering bercinta dengan Alex.”
Sungguh dada ini sangat perih mendengar pengakuan tersebut. Secara terang-terangan Emma mengakui hubungan gelapnya dengan Alex tanpa rasa bersalah sedikitpun pada Stela.
Plak!
Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Emma yang mulus. Dua bola mata Stela membulat merah dan menatap tajam sosok Emma yang sedang mengusap pipi.
“Itu untuk persahabatan kita.”
Plak
Sekali lagi tamparan mendarat di pipi Emma. Emma terlihat mengeraskan rahang dan berinisiatif untuk membalas. Sayangnya, Stela sudah lebih dulu menangkis.
“Satu tamparan lagi untuk pengkhianatanmu!
Stela Wen membuang ludah tepat di hadapan Emma sebelum beranjak pergi. Ia bahkan sampai mengangkat satu jari tengahnya dan melempar ke arah Emma yang sedang terdiam dengan napas memburu.
“Fuck you!”
Bagian 7
Malam hari, Stela Wen gagal menenangkan pikirannya. Masalah rumah tangganya kini benar-benar sudah sangat mengganggu. Jika dipikir-pikir, kini Stela Wen tahu kenapa sudah berapa bulan ini Alex selalu acuh. Ya, ternyata karena ada wanita lain di dalam hidupnya.
Stela Wen kini tengah terduduk di sudut taman kota. Ia duduk di bawah sinar rembulan yang begitu terang. Suasana larut malam yang syahdu, nyatanya membuat hati ini semakin perih.
Tengok kanan kiri, jalanan juga terlihat sunyi. Ya, tentunya sesunyi hati Stela Wen saat ini.
“Aku masih mencintainya, bagaimana kalau sudah begini?” Stela mendongak memandangi langit bertabur bintang.
Kemudian Stela menunduk lagi. Ia termenung memandangi kedua kakinya yang menjuntai menyentuh rerumputan.
“Dasar wanita bodoh!”
Lagi-lagi suara serak itu berdengung di telinga Stela Wen lagi. Stela Wen mengangkat kepala lalu memutar pandangan. Kini, di sampingnya berdiri sosok pria berbalut kaos biru dengan topi melingkar di atas kepala.
“Kenapa kau selalu muncul di manapun aku ada?” Stela Wen sudah berdiri dan menggertak. “Apa kau seorang penguntit!”
Peter mendengkus dan mengibas tangan lalu duduk dengan santainya. Melihat hal tersebut, Stela merasa geram.
Saat Stela Wen hendak protes, Peter lebih dulu mengangkat satu jari ke arah Stela dan mendesis. “Diam, duduk saja sini. Kalau kau marah-marah, nanti cepat tua.”
“Urusan apa kau mengaturku!” gertak Stela. “Aku tidak mengenalmu. Jadi, berhentilah muncul tiba-tiba di hadapanku!”
“Hei ...” Peter berdiri dan mendekati Stela. Badannya mencondong hingga wajahnya sejajar dengan wajah Stela.
Merasa risi, Stela mendesis lalu mundur menjauh. “Menjauhlah!”
“Dengar ...” Peter mendekat lagi. “Meski kita tidak saling mengenal, tapi kita sudah bersentuhan. Jadi ...”
“Jadi apa!” teriak Stela Wen. Napasnya sudah terdengar memburu. “Jangan asal bicara kau! Sejak kapan kita saling bersentuhan?”
Peter menyeringai. “Jadi kau tak ingat? Kau pikir yang menelanjangimu malam itu siapa?”
“A-apa?” Stela ternganga dan matanya berkedut-kedut.
“Hei kau!” Stela Wen melotot dan berjinjit. “Kau jangan main-main denganku ya! Sembarangan kalau bicara.”
Peter melengos lalu bersandar pada pohon palem. Ia memutar topinya ke belakang lalu kembali menatap Stela Wen.
“Memang siapa yang asal bicara? Kau harus ingat, aku adalah orang yang sudah menyelamatkan hidupmu dari pria brengsek itu.”
Stela Wen tertegun. Ia memutar kembali ingatannya tentang kejadian di kelab waktu itu. Mau diingat sampai kepala meledak, tetap saja yang Stela ingat hanyalah saat dirinya mulai mabuk dan diganggu pria asing. Setelahnya Stela sama sekali tidak ingat apa pun.
“Ah sudahlah! Aku tidak ingat apa pun! Jadi lupakan saja.” Stela menggelengkan kepala sambil mengibas tangan.
“Hei, tidak semudah itu, Baby!” Peter menjawil dagu Stela sambil mengedipkan satu matanya.
Stela spontan menepis dan menyingkir.
“Kau harus tahu, kau itu sudah mengotori ranjangku!” sambung Peter lagi.
Stela Wen kembali dibuat ternganga. Ia benar-benar sudah muak dengan semua yang sudah terjadi, tapi dirinya sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Ini seperti Stela sudah melakukan sesuatu tanpa kesadarannya.
Pada akhirnya Stela Wen teringat saat ia terbangun di sebuah kamar asing yang sangat mewah.
“Jadi, itu kamar pria ini?” batin Stela Wen. “Oh astaga! Aku telanjang, itu artinya aku ... Aaaaarg!”
Teriakan mendadak itu membuat Peter menundukkan kepala dan menutup telinga dengan ke dua tangan.
“Kau ini apa-apaan sih!” sungut Peter.
“Dasar kau!” Stela Wen mendekat lalu mencengkeram kerah kaos Peter dengan kuat. “Berani sekali kau menodaiku! Brengsek!”
Bugh! Stela Wen menendang kaki Peter dengan kuat hingga membuat Peter membungkuk dan menekuk satu kakinya.
“Sialan kau!” umpat Peter. “Jelas-jelas kau yang salah, kenapa aku yang sial!”
Stela Wen mendesah dengan mulut terbuka. Ia ingin sekali berteriak dengan semua ini. Pria di hadapannya saat ini menambah pikirannya semakin kacau.
“Kau itu siapa?” Stela Wen kembali menatap Peter. “Kenapa kau harus muncul di kehidupanku yang sedang penuh masalah, ha?”
Stela mengacak rambutnya yang panjang dan menghentak-hentak kaki beberapa kali.
“Sudahlah, tidak perlu berlebihan begitu.” Peter berdiri tegak sambil berkacak pinggang. “Kau itu hanya sedang stres mengurusi suami yang berselingkuh.”
Mulut Stela kembali terbuka lebar dan mendesah lagi. Ia semakin tidak mengerti dengan semua ini. Siapa pria ini, Stela Wen curiga kenapa bisa tahu mengenai rumah tangganya.
“Sekali lagi aku tanya, kau itu siapa? Kenapa selalu muncul di hadapanku. Dan ada apa urusanmu denganku?” Stela bertanya dengan perlahan dan coba lebih tenang.
Peter tersenyum. “Nah, begitu kan enak.”
Peter kemudian melepaskan topi dan menyibakkan rambut ke belakang, lantas duduk. “Duduklah, kita bicarakan baik-baik.”
Menarik napas dalam-dalam, Stela pun akhirnya ikut duduk. “Katakan sekarang!”
Peter kembali menyibakkan rambut lalu topi yang sudah dilepas ia letakkan di atas kepala Stela Wen.
“Apaan sih!”
“Diamlah! Pakai saja.”
Stela Wen mendesah pasrah. Dia memilih nurut supaya pria di sampingnya ini segera mengatakan apa maunya.
“Demi kenyamanan sesama, aku ingin kita membuat kesepakatan.” Peter mulai bicara.
“Kesepakatan apa maksudmu?” sahut Stela Wen ngegas.
“Relaks ...” Kata Peter.
“Jelaskan dulu siapa kau ini? Aku bahkan tidak tahu namamu. Dasar pria tidak jelas!”
Peter tertawa kecil. “Jadi kau mengajakku berkenalan?”
“Oh astaga!” Stela Wen menepuk jidatnya.
Pembicaraan mulai tidak jelas. Sudah beberapa menit, tapi Stela tak kunjung mendapatkan penjelasan yang sesuai.
“Aku pergi saja.” Stela berdiri dan melempar topi yang ia tepat di dada Peter. “Sangat tidak jelas!”
“Tunggu!” Peter meraih tangan Stela. “Kau masih punya hutang denganku. Jadi jangan seenaknya kabur.”
“Apa lagi ini?” Stela mendesah berat. “Kenapa ada urusan hutang segala?”
“Kau sudah membuat ranjangku kotor, jadi aku minta pertanggung jawabmu. Kau juga secara tidak langsung sudah membahayakanku karena aku harus menolongmu dari pria asing.”
“Lalu?”
“Tentu saja aku minta balasan,” kata Peter santai.
“Balasan apa maksudmu?”
“Kau harus gantian menolongku.”
Stela Wen menaikkan satu alisnya sambil menggarung kepala. “Baiklah, apa yang harus aku lakukan?”
Peter meringis, membuat Stela Wen geregetan.
“Cepat katakan!”
“Temui aku di restoran dekat alun-alun, besok.”
Hanya itu yang Peter katakan. Setelahnya ia pergi begitu saja meninggalkan Stela yang terlihat mulai menahan amarah. Begitu panjang waktu yang ia habiskan di taman ini, tapi sama sekali tidak mendapat penjelasan sama sekali.
Saat mobil belum melaju, Peter membuka kaca jendela dan memanggil Stela. “Jangan lupa. Kalau kau sampai lupa, aku akan mengatakan pada suamimu apa yang sudah kita lakukan di ranjang waktu itu.”
“A-apa?”
Stela ternganga lemas. Ia terduduk dan diam sesaat lalu tiba-tiba menghentak-hentakkan kakinya sambil menjerit.
“Kenapa jadi ribet seperti ini!” pekik Stela Wen. “Aku harus sedih, marah atau apa? Ya Tuhan!”
Bagian 8
“Dari mana kau!” bentak Alex saat Stela Wen baru saja masuk kamar.
Karena sudah merasa lelah, Stela Wen hanya menghela napas dan melengos. Alex lantas mendekat dan meraih tangan Stela Wen.
“Aku tanya, kenapa kau diam saja?”
Stela Wen menepis dan berdecak. “Bukankah kau sendiri yang tidak mau bicara? Kenapa sekarang kau bertanya?”
Alex menguatkan rahang lalu terdengar helaan napas. “Aku minta maaf,” katanya kemudian.
Stela menoleh dan menatap diam wajah sang suami. “Untuk apa?”
“Semuanya.” Alex meraih tangan Stela hingga posisinya saling berhadapan.
Yang namanya wanita memang tidak bisa dipungkiri jika menyangkut soal perasaan. Jika masih ada rasa cinta, memandang wajah pun langsung mulai luluh.
“Apa kau mengakui tentang perselingkuhanmu dengan Emma?” tanya Stela.
Alex melepas genggaman tangan, lalu mundur dan duduk di tepian ranjang. Stela yang awalnya sudah mulai luluh, kini kembali merasakan kecewa. Apalagi racauan kedua orang itu saat di atas ranjang hampir setiap hari melintas di pikiran Stela.
“Kenapa diam?” Stela mengamati dengan jeli. “Kau tidak mau mengakui hal itu?”
Alex mendongak dan membalas tatapan Stela Wen. “Aku tidak berniat melakukan hal itu. Aku hanya sedang stres dengan pekerjaan kantor, dan Emma selalu datang menghibur.”
Napas Stela mulai sesak mendengar penjelasan Alex yang begitu santai. Stela baru teringat kalau Alex dan Emma memang bekerja dalam satu perusahaan. Dan mungkin inilah awal mereka semakin dekat.
“Apa aku termasuk membuatmu stres?” tanya Stela Wen kemudian.
“Apa maksudmu?”
Stela merasakan tubuhnya mulai terasa panas. Dia matanya mulai berkedut-kedut menahan air mata.
“Kau sampai mencari hiburan di luar sana, padahal kau memiliki istri di rumah. Kau terhibur oleh perlakuan Emma, itu artinya kau sudah tidak tertarik dengan istrimu sendiri.”
“Siapa bilang!” Alex berdiri. “Tentu saja aku tertarik padamu. Kau adalah istriku.”
Stela tersenyum getir lalu membuang muka. “Sudahlah, jangan mengelak. Kalau kau mencintai Emma, katakan saja. Toh dia mantan kekasihmu kan? Aku ini hanya wanita yang dijodohkan denganmu.”
Alex merasa iba melihat raut wajah Stela yang sendi. Bagaimana ia bisa menikah dengan Stela, memang karena sebuah perjodohan. Dulu, ibunya yang memaksakan untuk menikahi Stela. Padahal saat itu sudah Jelas kalau Alex sudah memiliki kekasih.
Karena terus didesak oleh sang ibu, akhirnya Alex setuju menikah dengan Stela Wen. Meski awalnya tidak ada rasa, tapi kemudian rasa cinta muncul saat usia pernikahan sekitar dua bulan lebih.
Semua terasa indah hingga tiba-tiba beberapa bulan terakhir setelah satu tahun pernikahan, Alex mulai menjauh. Semua seperti ada jarak yang saat itu Stela tidak tahu apa penyebabnya.
“Besok aku akan membawa Emma kemari.”
Belum juga mengakui tentang hubungan gelap bersama Emma, perkataan Alex membuat Stela kebingungan.
“Apa maksudmu?”
Meski ada rasa sesal, tapi Alex akhirnya bicara sesuai permintaan Emma waktu itu.
“Maaf membuatmu kecewa, tapi sudah waktunya aku jujur.”
Stela hanya tertegun diam mendengarkan penjelasan Alex yang mungkin akan membuat hati terluka.
“Kau tahu kekasihku saat kita dijodohkan adalah Emma, kan?”
Ya, memang benar, Stela tahu itu. Keduanya bersahabat dan mulai renggang karena perjodohan itu. Namun, ini bukanlah kesalahan Stela sepenuhnya. Semua karena perjanjian kedua orang tua. Saat itu terjadi, Emma memutuskan untuk pergi ke luar negeri.
“Lalu?” Stela menatap Alex dan membutuhkan penjelasan yang lebih panjang.
“Aku tidak bisa memilih. Jika Emma tidak muncul, mungkin aku tidak akan teringat masa lalu kita lagi. Tapi tiba-tiba Emma datang dan itu membuatku merasa senang.”
Pengakuan itu membuat Stela tersenyum getir. Jadi semua ini tentang cinta lama kembali bersemi? Benarkah begitu? Ah, Stela sungguh ingin marah.
“Kalau begitu, kau harus memilih. Aku atau Emma?” Stela mundur satu langkah, tapi bola matanya masih tajam menatap Alex.
“Sudah aku katakan, aku tidak bisa memilih.” Alex membuang muka. “Orang tua Emma sudah tahu dengan hubungan ini. Mereka memintaku untuk segera menikahi Emma.”
Mata Stela membelalak sempurna. Ini adalah berita yang benar-benar membuat raganya terasa dihantam ombak besar. Menikah? Alex? Lalu aku bagaimana? Stela Wen tidak terasa sudah menitikkan air mata.
“Lalu aku bagaimana?” lirih Stela Wen.
Alex maju lalu memeluk Stela, “Kau tetap menjadi istriku. Aku juga mencintaimu.”
“Shit!” umpat Stela yang langsung mendorong tubuh Alex.
“Kalau kau memang mencintaiku, kau tidak akan berselingkuh!” tekan Stela.
Alex tidak berkata lagi. Ia hanya mendesah lalu meninggalkan Stela di kamar tersebut. Alex memutuskan untuk tidur di kamar lain.
“Tega sekali kau ...” Stela terduduk di bawah ranjang. Ia memeluk ke dua lututnya lalu menyembunyikan wajah yang sudah banjir air mata.
Satu tahun pernikahan, haruskah berakhir seperti ini? Stela Wen sungguh sangat kecewa.
“Kau kenapa?” tanya Angela saat Alex hendak masuk ke kamar tamu. “Tidak tidur dengan istrimu.”
Alex urung membuka pintu dan beralih duduk di sofa ruang tengah. Angela juga ikut duduk.
“Bertengkar?” tanya Angela.
Alex mendesah lalu menyandarkan kepala pada sandaran sofa. “Aku bingung mengenai Emma.”
“Jadi, kau sungguh akan menikahinya?”
Alex duduk tertegak lagi dan menatap serius ke arah Angela. “Dari mana kau tahu tentang ini?”
“Aku sudah lama tahu tentang perselingkuhanmu. Jadi tidak perlu terkejut begitu.”
“Apa ibu juga tahu?”
“Tentu saja,” jawab Angela enteng.
“Dia tidak marah?”
Angela menggeleng. “Untuk apa marah? Sepertinya ibu lebih suka kau menikah dengan Emma. Untuk saat ini Stela Wen yang katanya keturunan keluarga kaya dari Hongkong, ternyata sudah bangkrut. Jadi untuk apa dipertahankan?”
“Apa maksudmu?” Alex tidak mengerti.
“Apa kau tidak tahu kenapa Ibu menikahkanmu dengan Stela?”
“Tentu karena ibu dan keluarga Stela dekat.”
Angela sontak tertawa mendengar jawaban dari Alex.
“Mana begitu.” Angela masih tertawa. “Ibu menjodohkan kalian berdua karena keluarga Stela waktu itu masih kaya raya. Tapi setelah mendengar keluarga Stela bangkrut, ibu dan aku jadi membenci Stela. Selain dia tidak hamil-hamil, dia juga sudah tidak bisa diharapkan lagi.”
“Jahat sekali mereka padaku!” tidak sengaja mendengar pembicaraan itu, Stela Wen nampak marah. Ia mengepalkan kedua tangan dengan kuat lalu beranjak pergi ke kamar lagi.
Jika bukan karena mendadak merasa haus, mungkin Stela Wen tidak tahu mengenai kebusukan ibu mertuanya. Ternyata kebaikan mereka selama ini hanya tersumpal oleh kekayaan saja. Cih! Tidak jauh seperti layar drama.
“Aku tidak menyangka kalian jahat padaku!” Stela membanting pintu kamar cukup keras.
Sementara dua orang di bawah, tidak tahu kalau pembicaraan mereka sudah didengar oleh Stela Wen.
“Kau buat Stela tidak lepas meski kau mau menikahi Emma. Jujur saja aku masih ingin Stela di sini.”
“Caranya?”
Kommentare