Ringkasan
Berawal dari hubungan terlarang yang terjadi di gudang bekas Perpustakaan Sekolah, antara Ryan dengan seorang Guru wanita, membuat Ryan ketagihan untuk melakukan hal itu pada lawan jenisnya. Tujuan awalnya melanjutkan sekolah ke kota, ternyata menimbulkan perubahan yang sangat dratis atas diri dan kehidupannya, Ryan tak mampu menahan gejolak serta godaan di masa lajangnya, hingga ia terjerumus ke dunia yang tak pernah diketahuinya. Mampukah Ryan merubah kebiasaan hidupnya itu? Atau sebaliknya, Ia makin terjerumus ke dalam dunia hitam?
Romansa playboy One-night Stand Keluarga
Bab 1. Bu Dola
SMEA di Kota P tahun 1995......................
Satu catur wulan sudah Ryan Alfiandy bersekolah di SMEA Negeri di Kota P, nilai rapornya cukup memuaskan mendapatkan rangking 3 besar di kelas. Yang namanya SMEA tentu identik akan murid wanitanya, bahkan di kelas jurusan manajemen bisnis yang di pilih Ryan pun masih dinominasi murid wanita, dari 40 orang yang ada di kelas itu hanya 11 murid prianya.
Sebagai murid yang berasal dari desa, Ryan boleh dikatakan sangat polos dan cenderung pendiam, ia bahkan tak mengerti akan pacaran yang biasa dilakukan orang-orang seusianya di kota itu, tujuannya melanjutkan sekolah ke kota memang benar-benar untuk menuntut ilmu sebagaimana yang telah di amanatkan kedua orang tuanya di desa.
Meskipun tak jarang dari para murid wanita yang ada di sekolah itu berusaha mendekatinya, karena Ryan memang berwajah tampan serta memiliki postur tubuh yang ideal sebagai seorang pria. Baginya pengalaman cinta monyet sewaktu masih duduk di SMP, sudah cukup membuatnya mengerti akan arti pacaran ataupun dekat dengan lawan jenisnya.
Meskipun itu hanya tersalurkan melalui selembar surat yang saling berbalas-balasan, karena masa itu belum ada handphone, apalagi secanggih android yang bisa berkomunikasi dengan berbagai fitur dan aplikasi didalamnya seperti masa sekarang ini.
Memasuki catur wulan kedua, sikap Ryan masih sama seperti semula ia masuk di sekolah itu, meskipun duduk di kelas berdampingan dengan wanita namun tak pernah terlintas di pikirannya untuk bermain perasaan, baginya baik wanita yang duduk di sebelah atau pun duduk berjarak dengannya didalam kelas itu, semua ia anggap sebagai teman biasa saja.
Sampai suatu ketika ia mengenal Desy, seorang siswi di sekolah itu namun berbeda jurusan dengannya, Desy mengambil jurusan akuntansi yang tentu letak kelasnya cukup berjarak dari kelas yang Ryan tempati. Desy dan Ryan semakin hari semakin dekat, boleh dikatakan antara keduanya telah terjalin benih-benih asmara, namun yang mengherankan meskipun mereka pacaran, tak pernah sekali pun Ryan dan Desy jalan saat jam di luar sekolah atau pun hari libur.
Hubungan mereka sebatas bertemu di sekolah saja, itu pun pada saat jam istirahat atau pun saat pulang sekolah menuju jalan raya, dimana disana terdapat angkot yang akan mengantarkan mereka kekediaman masing-masing. Jam istirahat itu pun Ryan gunakan untuk pergi ke perpustakaan sekolah, dan disanalah Ryan dan Desy saling bertemu, ngobrol dan besenda-gurau.
Siang itu cuaca mendung, awan pekat terlihat di langit telah merembeskan gerimis-gerimis kecil mengembuni daun pepohonan di depan sekolah tempat Ryan menuntut ilmu. Mata pelajaran di kelas Ryan saat itu bisnis dan hukum perdata dagang dan itu merupakan mata pelajaran terakhir sebelum para murid di kelas itu pulang.
Siang itu Lani teman semeja Ryan tidak masuk sekolah, dikarenakan ijin untuk menjenguk salah seorang saudaranya di rumah sakit yang mengalami kecelakaan. Saat semua murid di kelas itu tengah fokus mencatat tulisan, yang diminta Guru bidang studi bisnis dan hukum perdata dagang itu untuk menyalin dengan menyuruh salah seorang murid mencatatkannya di papan tulis, tiba-tiba Bu Dola Guru Bidang Studi itu duduk di sebelah Ryan, tentu saja hal itu membuat Ryan kaget dan terlihat sungkan.
“Kamu salah seorang murid yang berprestasi di SMEA ini, kalau boleh Ibu tahu apa keseharianmu di rumah selalu rajin membaca?” tanya Bu Dola.
“Nggak Bu, aku hanya membaca buku jika jam istirahat saja di perpustakaan sekolah,” jawab Ryan lalu kembali meneruskan catatannya.
“Di sini kamu tinggal dengan orang tua mu?” tanya Bu Dola lagi.
“Aku tinggal sendiri, Bu. Ngekos cukup jauh dari gedung sekolah ini, namun sekali naik angkot saja kok.”
“Oh begitu, jadi orang tua mu nggak berada di kota ini. Apa kegiatan mu setelah pulang dari sekolah? Apa kamu bekerja?” rentetan pertanyaan dilontar Bu Dola pada Ryan.
“Aku sih pengennya bekerja, Bu. Itung-itung membantu orang tua ku dalam membiayai sekolah ku di kota ini, tapi setelah aku cari-cari belum ada lowongan yang memperkerjakan orang setengah hari yang dapat aku lakukan setelah pulang dari sekolah.” jawab Ryan. Bu Dola menatap Ryan dengan penuh kagum dan seulas senyuman yang Ryan sendiri tak mengerti apa maksudnya.
“Apa kamu sudah pacar, Ryan?” tanya Bu Dola lagi, membuat Ryan kaget dan terlihat sungkan untuk menjawab.
“Kenapa kamu diam saja? Nggak apa-apa kok jika memang kamu udah punya pacar, lagian wajar saja seusia mu sekarang ini sudah mengenal akan lawan jenisnya.” sambung Bu Dola diiringi senyumnya.
“Iya Bu, aku memang udah punya pacar. Namanya Desy, anak akuntansi.” jawab Ryan dengan nada ragu-ragu.
“Wah, udah sering dong jalan bareng ke luar?”
“Aku sama Desy nggak pernah jalan ke luar, Bu. Kami hanya bertemu saat jam istirahat di perpustakaan sekolah saja,” jawab Ryan dengan polosnya.
“Pacaran seperti apa itu?!” Bu Dola tertawa kecil merasa lucu dengan yang diucapkan muridnya itu, sementara Ryan hanya senyum malu-malu saja.
“Pacaran itu ya mesti dibawa jalan dong, Ryan. Pergi ke tempat-tempat yang romantis kek, atau di ajak nonton di bioskop, kan asyik tuh?” sambung Bu Dola.
“Aku belum berani, Bu. Meskipun Desy sering mengajakku untuk jalan, lagi pula aku pun merasa nggak punya uang lebih untuk itu. Kiriman orang tuaku benar-benar pas-pasan, hanya cukup untuk keperluan sehari-hari, bayar kos dan bayar bulanan sekolah.” tutur Ryan apa adanya.
“Oh, karena uang yang pas-pasan itu penyebabnya hingga kamu menolaknya untuk jalan?”
“Nggak juga, Bu. Desy juga pernah aku kasih tahu akan alasan itu, Ia bahkan sanggup untuk menanggung biaya semuanya asal aku mau jalan dengannya.”
“Nah, lalu kenapa kamu masih menolak?” tanya Bu Dola penasaran.
“Seperti yang aku katakan tadi, aku masih malu dan nggak tahu harus bagaimana. Selama kami menjalin hubungan hanya ngobrol-ngobrol saja, itupun kebanyakan tentang pelajaran di sekolah.” jawab Ryan.
“Jadi selama ini cuma sebatas itu saja? Nggak pernahkah kamu menciumnya?” Ryan hanya gelengkan kepala ditanya Gurunya itu.
“Pacaran macam apa itu? Benar-benar lucu!” Bu Dola kembali tertawa kecil.
“Nanti saat bel pulang berbunyi, kamu mau nggak membantu Ibu?”
“Membantu apa itu, Bu?”
“Ibu ingin mencari salah satu buku di gudang bekas perpustakaan lama, paling ujung gedung sekolah ini. Apa kamu mau membantu?” tanya Bu Dola penuh harap....
Bab 2. Di Gudang Perpustakaan
“Tentu saja, Bu. Nanti saat bel berbunyi, aku nggak akan langsung pulang ke kos. Di mana aku musti menunggu Bu Dola?” Ryan balik bertanya.
“Kamu tunggu saja di depan ruang kelas ini, nanti Ibu yang akan menghampirimu.” jawab Bu Dola lalu ia pun berdiri dari duduknya, sebelum melangkah ke depan ia sempat mengelus-elus pundak Ryan sembari sunggingkan senyuman manisnya.
Bu Dola orangnya cantik, kulitnya putih bersih, rambutnya panjang bergelombang. Walau badannya sedikit gemuk, namun dia memiliki body yang aduhai. Bagian dadanya juga sensual dan pinggulnya padat berisi, meskipun usianya sudah menginjak 35 tahun, namun penampilannya masih terlihat sangat muda, dan bahkan banyak yang mengira jika bertemu di luar jam sekolah dan tidak mengenakan pakaian seragam Guru, Bu Dola disangka seorang mahasiswa pertengahan semester.
Sudah hampir 10 tahun menikah, Guru cantik itu belum juga dikaruniai buah hati, suaminya yang berprofesi sebagai Arsitek selalu berpergian ke luar kota bahkan luar Provinsi. Paling cepat suaminya pulang kerumah seminggu sekali, itu pun jarang lebih seringnya satu hingga dua bulan baru ia pulang. Hal itu mungkin yang menjadikan tubuh Bu Dola masih tampak belia seperti wanita berumur 20 tahunan, dan karena jarang disentuh itu pula membuat Bu Guru cantik itu memiliki hasrat bercinta yang bergelora serta meledak-ledak.
Alami memang hasrat itu muncul pada wanita yang telah menikah bertahun-tahun, tiba-tiba harus memendam gairahnya karena keadaan, hanya saja ada yang mampu bertahan ada pula yang tidak, semua itu pun tergantung kondisi dan diri wanita itu sendiri. Sebenarnya Bu Dola bukan pula sosok wanita yang gampang tergoda oleh pria lain, itu terbukti bertahun-tahun ia lalui dengan suaminya yang jarang pulang ke rumah, tak pernah terjadi hal-hal yang menyimpang di dirinya, seperti hal nya perselingkuhan.
Namun entah kenapa, sejak pertama melihat Ryan salah seorang murid prianya tempat ia mengajar, kekuatan yang ada di dirinya itu seakan goyah, tak jarang jika ia memandang apalagi berpapasan dengan muridnya itu, hasrat bercintanya muncul dan sulit dibendung. Sering ia membayangkan muridnya itu saat berada sendiri di kamar bercumbu dengannya, hingga hasrat yang bergelora seakan mengantung dan jelas menyiksa dirinya.
Ternyata ia telah menyusun rencana jauh-jauh hari, untuk mengajak Ryan bertemu di sebuah gudang bekas perpustakaan sekolah, apalagi tadinya ia mengetahui betapa polosnya seorang Ryan yang belum pernah tahu akan dahsyatnya bercinta, Bu Dola pun semakin yakin ia akan mampu menaklukan murid prianya itu, dengan alasan membantunya mencari buku lama yang tersimpan di gudang bekas perpustakaan itu.
****
Bel berbunyi pertanda mata pelajaran bisnis dan hukum perdata dagang telah berakhir, seluruh murid-murid di kelas itu pun ke luar ruangan setelah membereskan semua alat-alat tulis mereka ke dalam tas masing-masing, seperti yang telah dijanjikan, Ryan pun tidak ikut pulang seperti teman-teman kelasnya, ia berdiri di depan ruangan kelas itu menunggu Bu Dola yang saat itu tengah menuju ruangan kantor.
Gedung sekolah itu tak seketika saja sepi setelah teman-teman Ryan meninggalkan ruangan kelas, sebab setelah ruang kelas tempat Ryan dan teman-temannya kosong, langsung diisi dengan murid-murid jurusan yang sama namun berbeda kelompok, Ryan dan teman-temannya tergolong pada kelompok A1 sementara yang baru saja masuk adalah kelompok A2, yang pada saat itu mereka mendapat giliran untuk masuk sekolah siang.
Kelompok A1 dan A2 selalu bergantian seminggu sekali masuk pagi dan masuk siang, karena memang jumlah murid di SMEA Negeri pada saat itu sangat banyak dan melampaui kapasitas ruang belajar, hingga diaturlah pembagian waktu belajar siswa-siswa di sana, sebagian ada yang masuk pagi sebagian lagi masuk siang.
Bu Dola nampak ke luar dari ruangan kantor, ia pun langsung menghampiri Ryan yang telah beberapa menit, menunggunya di depan ruang kelas jurusan manajemen bisnis itu.
“Ayo Ryan, kita ke gudang sekarang!” seru Bu Dola, Ryan pun anggukan kepala lalu berjalan di samping Gurunya itu menuju gudang yang dimaksudkan. Gudang bekas perpustakaan sekolah yang akan dituju, berada di bagian ujung gedung sekolah itu, yang namanya gudang tentu saja sepi dan tak ada seorang siswa ataupun Guru-guru lain yang akan menuju ke sana, terkecuali memang ada keperluan untuk mencari sesuatu di sana.
Ryan dan Bu Dola pun tiba di depan gudang bekas perputakaan sekolah, setelah membuka pintu gudang Bu Dola mengajak Ryan untuk masuk ke dalam ruangan itu, lampu pun dinyalakan tampaklah tumpukan buku-buku usang yang sebagian berserakan di lantai, sebagian lagi tersusun di rak buku, memang tak dijumpai seorang pun disana selain mereka berdua, di sebuah meja panjang lengkap dengan kursinya, Ryan dan Bu Dola pun duduk sejenak.
“Kira-kira buku apa yang akan kita cari di gudang ini, Bu?” tanya Ryan mengawali percakapan mereka di bangku panjang tempat mereka duduk.
“Siapa bilang mau cari buku?” jawab Bu Dola diiringi senyumnya.
''Lalu kita ke sini mau ngapain, Bu? Tadi Ibu bilang di kelas, minta dibantuin mencari buku?'' ujar Ryan heran.
''Ibu sebenarnya mengajak mu ke sini bukan untuk mencari buku, melainkan ingin ngajarin kamu.'' ulas Bu Dola kembali tersenyum.
''Loh, tadi bukannya kita udah belajar di kelas, Bu?'' Bu Dola hanya senyum saja, lalu ia merapatkan tubuhnya membuat Ryan semakin heran.
''Aku akan mengajarimu bagaimana cara pacaran yang sebenarnya.'' ujar Bu Dola setengah berbisik di telinga muridnya itu. Ryan yang memang belum mengerti maksud dari bisikan Bu Guru cantik memiliki body aduhai itu, hanya diam saja sambil memandang wajah Gurunya yang selalu membasahi bibir dan tersenyum.
Tak berselang lama Bu Dola pun menggeserkan tubuhnya makin rapat, hingga tatapan mereka begitu dekatnya, hal yang pertama Ryan rasakan adalah sentuhan jemari indah Bu Dola dikuduknya, lalu leher Ryan ia raih, hingga wajah mereka hampir menempel. Sebuah ciuman hangat mendarat di bibir murid prianya yang lugu itu, Ryan kaget tapi tak berani bertindak apa-apa, selain diam dengan sejuta tanya dalam hati akan sikap wanita cantik di sampingnya itu....
Bab 3. Sensasi Pertama Bercinta
Ciuman itu semakin intens hingga tubuh keduanya terbakar gelora panas yang bergejolak, Sebuah sensasi baru yang tak pernah Ryan alami, bahkan membayangkannya pun mungkin ia tak pernah, debaran jantung Ryan semakin kencang, badan terasa panas dingin, ada sesuatu hasrat yang menyeruak dari tubuhnya.
Bu Dola tiba-tiba hentikan ciumannya, ia melangkah ke arah pintu gudang lalu menguncinya dari dalam. Kemudian ia kembali menghampiri Ryan, dan kembali melakukan gerakan-gerakan yang tentu saja memberikan sensasi yang tak pernah Ryan alami dalam hidupnya, murid yang lugu itu hanya diam pasrah menerima apa yang hendak dilakukan lagi oleh Gurunya itu terhadap dirinya.
Ryan benar-benar diajarkan berbagai cara untuk membuat lawan jenisnya bergairah dan terpuaskan, Bu Dola membaringkan tubuhnya di meja panjang di dalam gudang bekas perpustakaan sekolah, Ryan tampak ragu dan tak tahu harus bagaimana, di suatu sisi tentu ia ingin segera menuntaskan hasrat yang benar-benar telah bergelora merasuki seluruh tubuhnya, namun di sisi lain ia takut akan melakukan kesalahan jika yang akan ia lakukan nanti, tak seperti yang diingini Guru cantik berbodi aduhai itu.
Guru bidang studi bisnis dan hukum perdata dagang itu mengajarkan berbagai macam gerakan dan sentuhan pada Ryan, hingga hubungan badan antara keduanya pun terjadi di meja panjang di gudang bekas perpustakaan sekolah itu. Ryan tak mempedulikan saat Bu Dola memintanya untuk berhenti sejenak, bahkan seperti orang yang kerasukan saja Ryan terus melanjutkan gerakan dan sentuhannya, lama-kelamaan Bu Dola pun kembali merespon dengan mengimbangi setiap gerakan dan sentuhan yang dilakukan muridnya itu, keringat mereka pun tampak mengucur deras hingga akhirnya tubuh mereka pun sama-sama mengejang lalu terkulai lemas.
“Ryan sayang! Kamu benar-benar luar biasa!” bisik Bu Dola, ia mengecup penuh kasih kening Ryan, kemudian memeluknya dengan erat.
Meskipun gudang tua bekas perputakaan sekolah yang telah lama tidak pernah di pakai atau di kunjungi, namun toilet yang terletak di bagian belakang ruangan itu masih berfungsi dengan baik, hingga baik Ryan maupun Bu Dola bisa membersihkan diri mereka dari noda keringat hingga noda lainnya yang sebagian merembes mengenai tubuh keduanya.
Bagi Ryan ini adalah pengalaman pertama bercinta dengan lawan jenisnya, boleh dikatakan saat itu keperjakaannya telah direnggut oleh Bu Dola Gurunya sendiri. Tak pernah terbayangkan akan terjadi hal itu di dirinya, Bu Dola bukan saja telah mengajarkanya akan mata pelajaran bisnis dan hukum perdata dagang, melainkan juga mengajarinya cara bercinta dengan sensasi kenikmatan yang tiada tara.
Setelah membersihkan diri di toilet, mereka pun ke luar dari gudang bekas perputakaan sekolah itu. Bu Dola kemudian mengajak Ryan menuju mobilnya Mitsubishi Lancer Gti yang sangat trend di tahun 1995 itu, mobil jenis sedan itu pun meluncur meninggalkan tempat parkiran yang terletak di samping gedung sekolah. Tak ada seorang pun yang curiga akan hal yang telah mereka lakukan, hingga mereka di dalam satu mobil pun merupakan hal yang wajar saja antara murid dan Guru pada masa itu.
“Kita mau ke mana lagi, Bu?” tanya Ryan duduk di samping Bu Dola yang tengah mengendalikan kemudi.
“Ya, mengantar kamu pulang ke kos lah.” jawab Bu Dola diiringi senyum manisnya.
“Oh, kirain mau diajak ke mana lagi.” ujar Ryan balas tersenyum.
“Terima kasih ya sayang, kamu udah memberikan kepuasan yang takan pernah aku lupakan.” Ucap Bu Dola.
“Ya, sama-sama, Bu.”
“Benarkah ini yang pertama kali kamu melakukannya, Ryan?”
“Benar Bu, dan aku pun nggak pernah menyangka ini akan terjadi.”
“Apa kamu menyesal, Ryan?”
“Ya nggak lah, Bu. Kan aku juga sangat menikmatinya, tapi yang aku cemaskan apakah nanti Bu Dola nggak akan hamil? Secara kan tadi aku hampir memasukan seluruh cairan yang ke luar dari tubuh ku ke dalam tubuh Ibu?” tanya Ryan yang baru menyadari dan terlihat cukup cemas.
“Hemmmm... Tenang saja! Aku nggak dalam masa subur, makanya tadi aku biarkan saja cairan cintamu memenuhi organ kewanitaanku.” jawab Bu Dola diiringi senyumnya.
“Maaf jika sikapku tadi agak sedikit kasar nggak memperdulikan seruan Bu Dola yang memintaku untuk berhenti.” Ucap Roy.
“Nggak apa-apa, malahan aku makin suka dan kamu benar-benar luar biasa! Padahal kamu baru pertama kalinya melakukan hal itu. Oh ya, jika kita tidak sedang berada di kelas atau ketemu di lokasi sekolah, kamu nggak usah memanggilku dengan sebutan Ibu, panggil aja Tante ya?” pinta Bu Dola, Ryan hanya anggukan kepalanya.
Mobil sedan yang di kemudikan Bu Dola pun kembali melaju dengan kecepatan yang sedikit meningkat dibandingkan saat mereka ngobrol di dalamnya, mobil itu melaju ke arah kos yang di tunjukan Ryan, tepat di depan sebuah gang yang hanya bisa dilalui sepeda motor dan pejalan kaki, mobil sedan itu pun berhenti.
“Jadi di sini tempat kamu ngekosnya, Ryan?”
“Ya Bu, Eh Tante. Kos ku ada di dalam sana melalui gang ini.” tunjuk Ryan.
“Cukup jauh juga ya dari lokasi sekolah?” ujar Bu Dola.
“Ya lumayan, Tante. Tapi hanya sekali naik angkot kok, dan aku pun nggak pernah telat tiba di sekolah. Baiklah Tante, aku mohon pamit dulu. Terima kasih, Tante Dola udah berkenan mengantarku pulang.” ucap Ryan sembari membuka pintu mobil lalu turun.
“Ya Ryan, kapan-kapan kamu mau kan aku ajak untuk mampir ke rumah?” tanya Bu Dola.
“Tentu saja, Tante.” jawab Ryan diiringi senyumnya, Bu Dola membalas senyuman muridnya itu, lalu sambil melambaikan tangan mobil sedannya kembali melaju meninggalkan gang jalan menuju tempat kos Ryan.
Setelah mobil sedan yang dikemudikan Bu Dola tak tampak lagi di pandangan matanya, barulah Ryan melangkah menyelusuri gang menuju tempat kos nya. Sambil berjalan Ryan merenungi dengan semua yang baru saja terjadi dan ia alami, ada rasa tak percaya karena hal itu ia lakukan dengan Gurunya sendiri...
Bab 4. Alasan Ngekos
Di depan bangunan berpetak-petak Ryan hentikan langkahnya, di bagian petakan bangunan paling ujung sebelah kanan, ia terlihat membuka pintu bangunan itu kemudian masuk dan merebahkan diri di ranjang. Itulah tempat kos nya yang ruangannya hanya berukuran 3 x 3 meter, pada saat itu biaya sewa kos-kosan di tempatnya hanya Rp. 20.000,- / bulannya beserta lampu.
Sementara tempat mandi serta mencuci pakaian terletak di bagian belakang, hanya berupa ruang yang disekat dengan seng dan airnya berasal dari sumur galian, untuk mendapatkan air harus ditarik dulu menggunakan tali yang disangkutkan pada katrol, wajar saja jika biaya sewa kosnya itu tergolong murah, dan memang pada masa itu belum terjadi moneter seperti saat sekarang ini, hingga harga sewa kos-kosan dan seluruh kebutuhan hidup pada masa itu sesuai dengan nilai tukar uang yang beredar.
Untuk menuju ke sekolah, Ryan biasa menggunakan angkot dengan ongkos Rp. 200,- yang selalu hilir mudik di jalan raya depan gang masuk ke kos-kosannya itu, sementara jika berangkat menggunakan bus kota hanya Rp. 100,- sampai ketujuan sekali jalan. Selama satu catur wulan sudah itulah Ryan selalu melaksanakan rutinitasnya ke sekolah menggunakan angkot maupun bus kota itu, kadang masuk pagi terkadang pula masuk siang seperti yang telah menjadi keputusan pihak sekolah untuk bergantian antara kelas A1 dan A2.
Awalnya Ryan melanjutkan sekolah ke SMEA Negeri di Kota P, sebenarnya tidak dianjurkan oleh kedua orang tuanya untuk ngekos di kota itu, karena di sana ada Om Ramlan yang masih ada pertalian saudara dengan Ayah Ryan, meskipun Om Ramlan bukan saudara kandung se Ayah dan se Ibu dengan Ayahnya Ryan, namun hubungan persaudaraan mereka boleh dikatakan cukup dekat, karena Kakek Ryan merupakan adik kandung dari Ayahnya Om Ramlan.
Dua minggu sejak Ryan mendaftar masuk di SMEA Negeri tempat ia menutut ilmu sekarang, Ryan sempat tinggal bersama Om Ramlan di rumahnya yang cukup mewah di kota itu, Om Ramlan sangat sayang padanya bahkan segala keperluan mulai dari seragam sekolah hingga buku-buku, Om Ramlan itu yang membelikannya. Namun berbeda dengan istri Om Ramlan yang bernama Dewi, Tantenya itu terbilang pelit dan judes.
Bahkan Ryan merasa tidak betah tinggal dirumah yang bergelimang kemewahan itu, karena Tante Dewi hanya baik dan bermanis-manis kata saat Om Ramlan berada di dekat mereka, begitu Om Ramlan tidak di rumah karena dari pagi hingga sore berada di perusahaan karet miliknya, Tante Dewi terlihat sinis dan kerap melakukan hal-hal yang membuat Ryan merasa terhina.
Pernah suatu ketika saat Ryan pulang dari sekolah, Tante Dewi hanya menyediakan di meja makan kerak nasi yang di remas-remas, serta secuil sambal tanpa ada lauk-pauk. Karena lapar Ryan pun tetap memakan nasi kerak perasan itu dengan mata yang berkaca-kaca, seumur hidup baru kali ini ia mengalami hal yang begitu pelik, sementara sesusah-susahnya hidup di desa, ia dan kedua orang tuanya tetap bisa makan nasi dengan lauk-pauk bahkan sayur-sayuran yang mereka tanam serta tumbuh subur di perkarangan rumah.
Tante Dewi memang melakukan hal itu dengan sengaja, agar Ryan tak betah berlama-lama tinggal di rumah Omnya itu, dengan alasan ingin hidup mandiri akhirnya Ryan di perbolehkan Om Ramlan untuk mencari dan tinggal di kos-kosan. Di tempat kosnya itulah Ryan baru merasakan kenyamanan, meskipun segala sesuatunya harus dikerjakan sendiri, mulai dari mencuci pakaian hingga memasak.
Kedua orang tua Ryan tak mengetahui hal itu, karena Ryan memohon pada Om Ramlan untuk tidak memberi tahu kedua orangnya di desa. Lagi pula jika dipaksakan bertahan di rumah milik Omnya, bukan tidak mungkin suatu saat tampa diduga-duga Om Ramlan mengetahui akan sifat dan kelakuan Tante Dewi pada keponakannya itu, belum lagi rasa segan Ryan pada kedua orang anak Tante Dewi yang keduanya wanita, yang paling sulung Sandra tengah di kuliah di perguruan tinggi, sementara yang bungsu Cintya sekolah di SMA saat ini duduk di kelas 2.
Pak Ardi Ayahnya Ryan bekerja sebagai penyadap karet milik sahabatnya yang bernama Syamsul orang terkaya di desa Ryan. Sementara Ibunya Ryan yang bernama Hesti di samping mengurus rumah tangga, ia pun menyelingi waktunya untuk berkebun di belakang rumah yang perkarangannya cukup luas memanjang. Ryan tiga bersaudara yang kesemuanya berjenis kelamin laki-laki, kedua adiknya masing-masing duduk di bangku SMP kelas 1 dan SD kelas 3, tentu biaya sekolah yang akan dicari Pak Ardi tidak cuma untuk Ryan sendiri, tapi juga untuk kedua adiknya.
Keluarga Ryan memang tergolong keluarga yang miskin, karena Ayahnya hanya buruh tani penyadap karet yang bukan miliknya sendiri, hasil dari pekerjaannya itu musti dibagi dua dengan Om Syamsul, namun semangat keluarga itu cukup tinggi untuk dapat menyekolahkan putra-putranya.
Ryan sendiri dituntut berhemat karena setiap bulannya Pak Ardi hanya bisa mengirim uang Rp. 50.000,- Pak Ardi sendiri hanya mengetahui uang Rp. 50.000,- itu hanya terpakai Rp. 20.000,- untuk uang SPP Ryan percatur wulannya, sementara sisanya Rp. 30.000,- untuk keperluan sehari-sehari seperti ongkos angkot ke sekolah dan jajannya. Padahal kenyataannya Ryan setiap bulannya harus mengeluarkan Rp. 40.000,- untuk SPP dan sewa kos, hingga sisa Rp. 10.000,- itulah yang ia pakai untuk ongkos dan membeli beras yang pada masa itu masih Rp. 2.000,- / liternya serta keperluan untuk membeli bahan-bahan yang akan dibuat sambal.
Ryan terpaksa menahan untuk tidak jajan di sekolah, karena memang sisa uang yang hanya Rp. 10.000,- itu tidak akan cukup jika ia memaksakan diri untuk tetap menggunakan uangnya itu untuk jajan di sekolah maupun di lingkungan kosnya.
Sosok Ryan juga tak mau meminta-minta meskipun sesekali waktu Om Ramlan mengunjunginya ke kos-kosan dan memberinya uang, bulan pertama uang pemberian Om Ramlan memang ia terima, setelah itu Ryan mengatakan jika Om nya itu ingin berkunjung ke kos tak perlu memberikannya uang lagi, ia mengatakan uang yang dikirim Ayahnya sudah cukup untuk keperluannya mulai dari bayar kos, uang SPP dan keperluan makan minumnya sehari-hari serta ongkos angkot ke sekolah...
Bab 5. Kejamnya Tante Dewi
Pernah sekali waktu saat Om Ramlan mengunjunginya di kos, kebetulan saat itu ia tengah beristirahat di ranjangnya setelah pulang sekolah dan makan siang, Ryan sengaja berdiam diri seolah-olah ia tak sedang berada di kos, Ryan tak mau jika keseringan Om Ramlan mengunjunginya dan bersekukuh memberinya uang akan di ketahui oleh Tante Dewi, akibatnya nanti dia sendiri yang bakal kena imbasnya diomelin bahkan dihina seperti saat ia masih tinggal di rumah Tantenya dulu, saat itu Tante Dewi mengetahui ketika Om Ramlan memberinya uang untuk jajan ke sekolah, ketika pulang dari sekolah ia dipanggil oleh pembantu rumah itu untuk menghadap Tante Dewi.
“Mas Ryan!”
“Ya Bi, sebentar aku lagi ganti pakaian!” seru Ryan dari dalam kamarnya menjawab panggilan Bi Surti di depan pintu kamar.
“Ada apa, Bi?” sambung Ryan setelah membuka pintu kamar bertanya pada Bi Surti.
“Mas Ryan diminta menemui Bu Dewi di luar di samping kanan rumah.” jawab Bi Surti.
“Baik Bi, sekarang juga aku akan ke sana menemui Tante Dewi.” Ryan pun segera menuju samping rumah yang dikatakan Bi Surti itu, dan di sana ia melihat Tante Dewi tengah berdiri berkacak pinggang sambil melihat ke arah selokan yang berada di sisi kanan di seberang pagar rumah mewah itu.
“Ada apa, Tante?” sapa Ryan saat ia telah berdiri di samping istri Omnya itu.
“Enak sekali ya, jadi kamu! Pergi sekolah di kasih uang jajan! Pulang sekolah makan, lalu tidur-tiduran di kamar!” seru Tante Dewi dengan nada ketus, Ryan hanya tundukan kepala mendengar perkataan Tantenya itu.
“Hidup di kota ini nggak ada yang gratis! Semua orang harus bekerja keras agar bisa mendapatkan uang untuk makan! Nah, karena kamu udah diberi uang jajan tadi pagi oleh Om Ramlan sekarang harus kamu bayar dengan membersihkan selokan di sepanjang perkarangan rumah ini!” tutur Tante Dewi dengan sorot mata yang tajam penuh kebencian.
“Baik Tante, sekarang juga aku akan bersihkan selokan ini.” ujar Ryan menunjuk selokan yang dimaksud Tante Dewi itu, kemudian Ryan mencari peralatan seperti cangkul yang terdapat di gudang di belakang rumah mewah itu.
“Dasar tak tahu diri! Enak saja tinggal di rumah ini secara gratis! Di kasih jajan lagi!” gerutu Tante Dewi sambil melangkah masuk ke dalam rumah, hal itu terdengar jelas oleh Ryan karena Tante Dewi mengucapkan gerutuannya dengan lantang.
Sebenarnya tanpa di suruh pun Ryan akan melakukan pekerjaan apa saja di rumah itu, namun setiap kali ia melakukan pekerjaan seperti halnya membersihkan rumah membantu Bi Surti, selalu saja salah dimata Tantenya itu, agaknya memang Tante Dewi tidak menginginkan kehadiran Ryan di rumah mewah miliknya, hingga Ryan memutuskan untuk mencari tempat kos.
*****
Hampir jam 4 sore Ryan bangun dari ranjangnya, itu berarti selama 2 jam sudah ia tertidur pulas dengan hanya mengenakan pakaian dalam setelah seragam sekolahnya dilepas. Rupanya pergumulan panas yang terjadi di gudang bekas perpustakaan sekolah tadi dengan Bu Dola, membuat badannya pegal-pegal dan kelelahan.
Dengan hanya berlilitkan handuk di pinggang, Ryan menuju kamar mandi di bagian belakang ruangan 3 x 3 meter itu, setelah menimba air dari sumur galian, ember yang sudah penuh dengan air itu pun ia gunakan untuk mandi.
Pintu kosnya yang tadi tertutup kini dibukanya setelah mandi dan berganti pakaian, ia baru menyadari jika sejak pagi perutnya belum di isi sama sekali, dengan segera ia membuka termos tempat biasa ia menyimpan nasi setelah di masak dengan periuk menggunakan kompor minyak sebelum ia berangkat ke sekolah tadi pagi.
Umumnya pada masa itu, orang-orang masih menggunakan kompor minyak untuk memasak segala keperluan, mulai dari nasi, sambal, sayur dan bahkan memanaskan air untuk minum kopi atau pun teh. Belum ada dijumpai oleh Ryan saat itu kompor gas, magig com, atau pula dispenser, semuanya masih menggunakan termos untuk menyimpan nasi serta air panas.
Sebenarnya tempat kos-kosan yang terdiri dari 8 petak rumah itu hanya disewakan pada penghuni yang telah berumah tangga, sementara ruangan yang dihuni Ryan saat ini dulunya di gunakan sebagai gudang oleh pemilik kos-kosan itu dan bukan untuk disewakan karena memang ukuran ruangannya kecil hanya 3 x 3 meter, sementara 8 petak rumah yang disewakan berukuran masing-masing 5 x 8 meter dilengkapi 1 buah kamar.
Dari ke 8 penghuni kos-kosan itu Ryan hanya terlihat akrab dengan Sugeng dan keluarganya, sementara penghuni yang lain agak cuek seperti tidak begitu peduli dengan tetangga-tetangga mereka. Padahal kehidupan keluarga mereka masih tergolong berekonomi menegah ke bawah, sebab kepala rumah tangga di 7 petak rumah itu umumnya buruh pabrik di Kota P itu.
Seperti biasanya sore itu Ryan dan Sugeng tampak asyik ngobrol sambil membantu tetangganya itu menusuk-nusuk daging sate untuk dijual dengan gerobak dorong berkeliling di area komplek perumahan warga sekitar, bahkan terkadang sampai ke jantung kota. Hal itu selalu rutin Sugeng lakukan setiap selepas magrib hingga larut malam.
Mungkin saja keakraban itu terjalin erat karena posisi tempat kos mereka yang berdampingan, namun jika dilihat dari sikap dan tata cara pergaulan tetangganya yang lain, jelas bukan dikarenakan tempat mereka yang berjarak, melainkan memang sifat mereka yang suka acuh tak acuh pada tetangga, begitulah kehidupan di perkotaan pada masa itu.
“Gimana dengan sekolah mu, Ryan?” tanya Sugeng mengawali pembicaraan di beranda depan kos-kosannya.
“Lancar-lancar saja, Mas sendiri bagaimana dengan dagangannya?” Ryan balik bertanya, sambil membantu menusuk daging sate yang ditaruh di dalam sebuah ember.
“Alhamdulilah, hingga hari kemarin aku selalu pulang dengan gerobak kosong dan moga nanti malam sate-sate ini juga habis terjual.” jawab Sugeng.
“Amin.” ucap Ryan diiringi senyumnya....
Commenti