Ringkasan
Liora Belladona, mendapati dirinya tiba-tiba terlempar ke dunia tak dikenal dan terperangkap dalam zona waktu yang berbeda, tepat setelah mengalami kecelakaan tragis. Sialnya, dia juga masuk ke dalam tubuh tokoh antagonis, Cannaria Swan, karakter yang ditakdirkan menghadapi akhir yang mengenaskan. Kejadian irasional macam apa ini? Dalam kisah yang penuh intrik dan ketegangan, Liora harus menemukan cara untuk mengatasi takdirnya yang terjalin dalam takdir kelam Cannaria. Dia bersumpah untuk menjauhi Putra Mahkota, bagaimanapun caranya. “Tidak, aku tidak ingin berurusan denganmu,” protes Liora. “Sayangnya, aku justru akan semakin menjeratmu. Semua yang ada di tubuhmu dari ujung kepala hingga ujung kaki adalah milikku,” desak Ellios.
Pengembara WaktuCinta Pada Pandangan Pertama
Fantasi Aktor Tuan Muda Romansa Sweet Dewasa Zaman Kuno
Prolog
"Dasar wanita iblis! Penjahat kejam!" Baroness Phillies berteriak dengan marah, sorakannya bergema di ruangan istana yang mewah.
Cannaria Swan, terombang-ambing di antara para ksatria pengawal yang menahan tangannya. Dia mengenakan gaun compang-camping yang kini tercemar oleh noda darah. Gaun mewah bertabur permata yang biasanya dia kenakan sekarang hanya tinggal kenangan.
Dalam perjalanannya menuju istana, wajahnya sudah dipukuli beberapa kali dengan sarung tangan logam oleh para ksatria pengawal. Mulutnya robek, luka, dan bengkak hingga membuatnya sulit berbicara.
Meskipun mencoba berjalan dengan kekuatannya sendiri, para ksatria dengan kasar mendorongnya. Ketika kakinya terkilir, dia tak punya pilihan selain menyerah pada dorongan mereka. Pergelangan tangannya yang dipelintir oleh ksatria itu begitu bengkak, dan lengannya yang patah membuatnya semakin menderita.
"Bagaimana kamu bisa meracuni Ellie? Dia selalu baik padamu." Baroness Phillies berteriak lagi, kemarahannya tak terbendung. "Apa yang telah dia lakukan hingga kamu bisa sejahat ini, huh? Dasar wanita tidak tahu diri!" Tanpa peringatan, Baroness Phillies mendekati Cannaria dan menampar pipinya dengan keras.
Tidak perlu dijelaskan, rasa sakitnya hampir tak tertahankan. Tubuh Cannaria terjatuh ke lantai, hingga pandangannya memudar. Dia menatap wanita tua itu dengan mata kabur.
Dengan tangis terisak, Baroness Phillies berlari keluar ruangan. Dia berencana untuk menyerang Cannaria dengan apa pun yang bisa dia temukan, baik itu pisau atau kandil, dia sama sekali tak peduli.
Namun, seorang pria yang telah mengamati situasi sejak awal menghampiri Baroness dan berkata, "Sudah cukup."
Pria itu adalah Ellios Demente de Diaz, sang Putra Mahkota.
"Bagaimana saya bisa menganggapnya cukup, Yang Mulia? Dia hampir membunuh anak saya. Ellie, calon Putri Mahkota sekaligus tunangan Anda, hampir saja kehilangan nyawa karena perbuatannya. Saya merasa harus membalas dendam." Baroness Phillies berlutut dan menangis dengan penuh kesedihan.
Iya, Ellie Phillies masih hidup. Dia berdiri dengan tangan gemetar, menyaksikan semua yang terjadi di belakang Ellios. Kondisinya lemah setelah mengkonsumsi racun yang katanya, diberikan oleh Cannaria karena rasa cemburu.
Cannaria memang telah lama mengagumi sang Putra Mahkota dan bermimpi untuk memiliki hatinya. Namun, takdir memilih Ellie sebagai calon Putri Mahkota sekaligus tunangan Ellios.
Sementara Baroness, Ibunda Ellie, tidak akan membiarkan seorang penjahat seperti Cannaria hidup lebih lama lagi dan mengancam nyawa putrinya.
"Apa kamu benar-benar berniat membunuhnya? Meskipun kamu adalah seorang putri Duke, tetapi kejahatan yang kamu lakukan terlalu besar untuk dimaafkan." Suara Ellios terdengar rendah dan berat. Tatapan matanya tanpa emosi, terlihat tenang.
Cannaria tersenyum dengan sinis, "Bukan saya yang memberikan racun pada minuman itu. Saya tidak akan melakukan tindakan seceroboh itu hanya untuk membunuhnya."
"Jalang sialan! Tidak ada gunanya kamu menyangkal! Semua bukti sudah menunjuk padamu!" Baroness Phillies meledak dalam kemarahan.
Cannaria kembali tertawa sinis. Dia tidak berniat menyangkal bahwa dia adalah orang jahat, tetapi dia tidak bisa menahan tawanya saat diperlakukan seperti orang bodoh. Faktanya, dia sama sekali tidak pernah memberikan racun kepada Ellie seperti yang dituduhkan. Semua ini terasa seperti konspirasi.
Namun, menghadapi persepsi buruk sebagai seorang wanita jahat, alasan dan penjelasannya sekarang sudah tidak berarti. Hukum akan menentukan nasibnya, dan hari ini adalah hari pengadilan di istana.
"Seandainya saya benar-benar ingin membunuhnya, dia pasti sudah mati sekarang. Tapi lihat, dia masih hidup, meski dengan begitu tak tahu malu," ucap Cannaria dengan susah payah. Mulutnya penuh dengan darah dan lidahnya terluka parah akibat gigi yang tajam.
"Penghinaan! Beraninya kamu menghina calon Putri Mahkota," seru salah satu ksatria yang kembali memukul wajah Cannaria. "Bawa pengkhianat ini ke pengadilan dengan segera!" Dia berseru.
Cannaria menatap Ellios dengan mata yang bengkak dan lebam. Putra Mahkota yang juga merupakan cintanya yang tak terbalas itu tetap diam. Dia juga melirik Ellie, yang masih ketakutan, bersembunyi di balik Ellios. Jika dia bisa menahan rasa sakitnya, dia ingin mengucapkan beberapa kata terakhir, bahkan jika itu hanyalah sumpah serapah kepada Ellie.
Kemudian, Cannaria dihadirkan di pengadilan, yang dihadiri oleh keluarga kerajaan dan para bangsawan. Para penuduh dan saksi menyajikan berbagai bukti, beberapa memang tindakan jahat yang dilakukan olehnya, yang lain hanya cerita mengerikan yang dibuat-buat.
Saat diadili, Cannaria tidak membela diri. Dia terlihat linglung dan lemah.
"Atas nama Putra Mahkota, aku akan memberi hukuman pada Cannaria Swan Shancez. Gelar bangsawanmu akan dicabut. Karena telah merugikan negara dengan kebohonganmu, maka lidahmu akan dipotong agar tidak melakukan kejahatan yang sama lagi. Kedua tanganmu yang berusaha mencelakai Lady Ellie Phillies yang mana seorang calon Putri Mahkota juga akan dipotong sebagai contoh bagi orang lain."
Hukuman mengerikan telah diputuskan. Cannaria akhirnya dibelenggu di penjara bawah tanah yang dalam dan tidak dikenalnya. Dia telah menjadi penjahat terburuk dalam sejarah yang mencoba meracuni calon Putri Mahkota hanya karena kecemburuan.
Algojo datang untuk melakukan tugasnya, memotong satu persatu bagian tubuh Cannaria, sesuai dengan hukuman yang diputuskan. Pisau yang sudah diasah dengan tajam terayun di udara, dan ....
“CUT!”
Tiba-tiba, terdengar aba-aba dari seorang sutradara film yang diikuti dengan suara tepukan dari clapper board, menandakan bahwa syuting hari ini telah selesai.
Iya, yang baru saja terjadi adalah adegan dalam film fantasi historis berjudul 'Bloody Rose' yang hampir mencapai akhirnya. Film ini diadaptasi dari sebuah novel bergenre romantis, tragedi, dan thriller, yang mengarah pada peristiwa tragis yang melibatkan tokoh antagonis di akhir cerita.
Para kru film memberikan tepukan meriah untuk hasil kerja keras mereka. Para aktor dan aktris juga tersenyum cerah, merasa puas karena telah berhasil menyelesaikan adegan dengan baik.
"Kerja bagus, Liora. Aktingmu sebagai Cannaria berhasil membuatku berdebar." Eva, manajer aktris Liora, memberikan dukungan saat membantu Liora menuju ruang ganti.
"Yeah, saat melihatku, semua orang pasti berdebar," seloroh Liora sambil menyentuh wajahnya dengan dramatis. Dia adalah aktris yang berperan sebagai Cannaria.
Eva mengikuti leluconnya dengan senyuman yang dipaksakan, "Tentu saja, kamu selalu memukau."
Liora kemudian memeriksa gaunnya yang kacau dan penuh bercak darah tiruan, "Bagaimana dengan gaun ini? Masih terlihat cantik saat dikenakan olehku, bukan?"
Sejujurnya, itu cukup menggemaskan karena Liora yang melakukannya. Bahkan, para kru dan beberapa aktor yang melihat tingkah unik aktris cantik itu diam-diam bersemu merah dan tersenyum.
Hanya Eva yang tidak goyah dan justru ingin menampol sekaligus memakan Liora bulat-bulat—dalam arti yang sesungguhnya.
"Ya, ya. Tetap cantik, bahkan dengan gaun seperti itu." Eva mendesah. Meskipun sudah lama mengenal Liora, dia masih belum terbiasa dengan kelakuan unik dari aktris sekaligus sahabatnya tersebut.
"Anehnya aku belum merasa puas. Mungkin karena kamu tidak tulus saat mengatakannya." Liora tersenyum manja, mencoba untuk memancing pujian lebih lanjut.
"Hm, kamu cantik dan menarik, Liora." Eva tetap tersenyum, tetapi dengan nada bermalas-malasan.
"Masih belum puas."
"Oh, God! Baiklah, kamu aktris paling cantik, menarik, dan top se ...." Eva menggantung kalimatnya.
"Se ...?"
"Se-Bikini Bottom," kata Eva lempeng.
Liora terkejut, "Evaaa! Kenapa se-Bikini Bottom? Aku bukan ikan ataupun spons, apalagi cumi-cumi."
"Oke, oke, kamu adalah aktris paling cantik, menarik, dan top sejagat raya. Kamu makhluk Tuhan paling seksi yang diciptakan dengan begitu hati-hati seperti sebuah mahakarya seni. Puas?" Tidak ada lagi senyuman di wajah Eva, yang ada hidung kembang kempis.
Siapa lagi yang membuat slogan menggelikan semacam itu. Tentu saja jawabannya adalah Liora sendiri.
Buru-buru Eva menarik tangan Liora agar mempercepat jalan mereka, "Cepat. Jadwal kita masih padat. Jangan membuang-buang waktu dengan hal tidak berguna, oke!"
Liora mengikuti Eva dengan riang, "Baiklah, baiklah! Tapi ingat, tanganku adalah aset negara. Jangan menariknya terlalu keras!"
Tragis
Liora Belladonna.
Sosok aktris cantik dan berbakat yang digilai sebagian besar populasi masyarakat di Kota London. Sejak pertama kemunculannya di layar kaca, dia selalu menjadi sorotan. Berbagai penghargaan berhasil didapatkan hingga membuatnya terus bersinar dan popularitasnya tidak pernah memudar.
Penggemar? Jangan tanya!
Penggemar Liora tersebar di seluruh dunia. Dia juga sering menghiasi sampul majalah ternama seperti Vogeu, Elly, Forbus, Days, dan masih banyak lagi. Dengan kecantikan dan kekayaan yang melimpah, dia seolah menjadi Ratu kehidupan sosial yang setiap gerak-geriknya menjadi santapan hangat para paparazi.
Namun, di balik kesuksesan dan para penggemar yang dimiliki, tentu ada segelintir haters yang tidak suka dan berusaha menjatuhkannya. Terlebih, saat mulut ajaibnya seringkali keceplosan. Dia memang tidak pandai berbasa-basi dan memiliki jiwa keadilan yang tinggi.
Di satu sisi, sangat sedikit yang tahu jika Liora memiliki kisah masa lalu yang getir dan pelik. Dia telah menjadi sebatang kara sejak usianya sekitar tujuh tahun. Dia sempat tinggal di panti asuhan dan pernah mengalami perlakuan buruk mulai dari pelecehan verbal hingga kekerasan fisik.
Bisa dibilang cukup hebat baginya karena bisa melewati semua nasib buruk itu hingga menjadi sesukses yang sekarang.
Ya, dia adalah Liora Belladonna.
Cadillac Escalade hitam kini melaju di tengah jalanan Kota London. Cahaya senja perlahan meredup untuk menyambut langit malam dan sang rembulan yang akan menjadi pengiring mobil tersebut.
Di dalam kabin belakang mobil berinterior mewah serta didominasi warna cream, Liora duduk sambil menjulurkan kaki pada penyangga bagian bawah kursi. Kelopak matanya terpejam. Dia ingin beristirahat setelah melewati aktivitasnya yang sangat padat.
Saat fokus mengemudikan mobil, Eva sedikit melirikkan ekor matanya dari kaca spion untuk melihat Liora di belakang, "Hanya dua jam. Kamu masih memiliki waktu dua jam untuk beristirahat. Sebentar lagi kita harus makan malam bersama kru film baru yang akan kamu bintangi selanjutnya."
"Ya." Liora menjawab singkat dengan mata terpejam.
"Sinopsis tentang kisah cinta seorang guru dan muridnya. Kamu sudah menandatangani kontrak. Kuharap kamu bisa bekerjasama dengan baik kali ini."
"Ya." Liora tetap memejamkan mata.
"Jangan membuat skandal dan jangan membuat masalah, mengerti?"
"Ya." Suara Liora kini terdengar bermalas-malasan masih dengan mata terpejam.
"Aku sudah mengatasi beberapa artikel yang terus menulis berita tentangmu. Mereka tidak akan berulah untuk sementara waktu selama kamu tidak membuat skandal baru."
"Bagaimana aku bisa beristirahat jika kamu terus berisik, wahai menejerku? Karena terus mendengar ocehanmu, waktu istirahatku jadi berkurang 15 menit 1 pikodetik." Mata Liora yang sejak tadi terpejam akhirnya terbuka.
"Aku hanya tidak ingin kamu terlibat masalah lagi." Bukan tanpa alasan Eva terus memperingati. Dia tahu jika Liora sering terlibat skandal entah sengaja atau tidak disengaja.
Terakhir kali Liora terlibat skandal dengan aktor pendatang baru, Thomas Cat. Dia terekam kamera menampar dan menjambak rambut Thomas hingga botak. Para haters dan penggemar Thomas pun berbondong-bondong menghujat di akun media sosial miliknya.
"Salahkan dia yang berani menyentuh bokongku. Tidak ada ampun bagi seorang pria brengshake!" Liora bersungut-sungut dengan wajah kesal. Dia tidak terima bokongnya disentuh oleh pria kurang ajar tersebut. Sialnya, dia justru terekam kamera hanya saat adegan tampar-menampar dan jambak-menjambak.
"Itulah gunanya klarifikasi. Kamu begitu tidak acuh dan memilih diam. Kamu bahkan ikut memaki haters yang menghujatmu. Oh, astaga." Eva menghela napas kasar.
"Sudahi perbincangan ini. Bloody Roses sebentar lagi tamat." Liora mengalihkan pembicaraan. Dia membicarakan judul film fantasi historis yang dia mainkan sebelumnya, sebagai pemeran antagonis, Cannaria Swan.
"Aku tahu."
"Apa kamu tidak apa-apa?"
"Apa maksudmu dengan aku tidak apa-apa?"
"Kamu bertanya karena sungguh tidak tahu? Bukankah kamu diam-diam mengagumi Jeremy, karakter utama yang berperan sebagai Putra Mahkota denganku? Saat dramanya sudah berakhir, mungkin kamu tidak bisa lagi melihatnya.”
“A-apa?” Eva hampir saja menghentikan mobil secara mendadak. "Dari mana teori menyesatkan itu berasal?" Wajahnya tiba-tiba menjadi kaku.
Liora cekikikan, “Eyy! Tidak perlu repot-repot menyembunyikan perasaanmu. Pandanganmu selalu tertuju padanya selama kami syuting. Kamu pikir aku tidak akan menyadarinya, he?"
"Apakah begitu terlihat jelas?" Suara Eva sedikit bergetar.
"Jelas." Liora mengangkat kedua alis, "Banyak rumor buruk tentangnya. Meskipun memiliki wajah yang lumayan, dia terkenal suka bermain wanita dan narkoba. Lebih baik menjauh darinya. Aku akan mengenalkanmu dengan pria yang lebih baik."
Eva memutar bola mata jengah, "Tidak perlu mengurusi masalah percintaanku dan urusilah dirimu sendiri. Bahkan kamu sendiri juga jomlo," katanya lempeng.
"Hey! Aku hanya tidak ingin repot-repot membuang waktu dengan konflik batin dan pikiran yang tidak berguna," kata Liora dengan suara lebih tinggi.
"Ya ... ya ...." Eva menggendikkan bahu tidak acuh sebelum menyalakan lagu 'It Will Rain' yang dibawakan Bruno Mars. Kebetulan suasana di luar sedang hujan, seolah-olah lagu itu memang ditakdirkan untuk menjadi pengiring mobil mereka di waktu senja yang hampir petang.
"Omong-omong, siapa aktor yang akan bermain peran denganku di film nanti? Apa sudah ditetapkan? Apa dia tampan? Ingatlah, wajah cantik seperti ini harus bersanding dengan keindahan wajah yang selaras." Liora kembali pada mode narsistik.
"Gavin Stanley. Kamu tentu mengetahui nama itu bukan? Dia cukup populer akhir-akhir ini."
"Eum, seperti aku pernah mendengarnya."
"Dia salah satu aktor papan atas yang baru saja memenangkan ajang Top Model. Wajahnya sempurna, begitu juga dengan tubuhnya yang tinggi dan seksi. Dia memiliki penggemar paling banyak di antara aktor top pendatang baru dan presentase haters paling sedikit."
"Oh, begitu ...." Liora manggut-manggut, tanpa minat. Dia mulai menguap dan mengantuk. Suasana sejuk di luar mobil karena sedang hujan dan alunan musik yang menenangkan membuatnya tidak tahan untuk memejam. Dia benar-benar lelah dan ingin beristirahat.
Hingga saat dia berniat menutup mata, tiba-tiba cahaya yang sangat terang mendistorsi hingga menyilaukan mata. Di sela-sela deraian air hujan, dia melihat truk dengan kecepatan mengerikan sedang melaju ke arahnya. Apakah truk itu akan menabrak mobilnya?
BANG!
Suara dentuman dan gesekan seketika terdengar begitu keras dan mengejutkan. Kejadian yang begitu cepat hingga siapapun belum menyadari apa yang sedang terjadi.
Pandangan Liora tiba-tiba menjadi kabur dan itu menyakitkan. Dia merasa sakit yang berdenyut di dadanya dan mengalir di seluruh tubuhnya. Darimana rasa sakit itu berasal? Yang jelas, semuanya terasa lembab dan panas.
Time Travel
Tirai mata Liora terasa begitu berat untuk terbuka. Sangat berat. Dia mulai menggerakkan tubuh, tetapi tubuhnya juga tidak dapat digerakkan seolah semua sel dan susunan syarafnya mati rasa.
'Aaakkhhh!' Liora berteriak, tetapi suaranya seolah tersangkut di kerongkongan. Tidak ada suara yang bisa keluar.
'Apa yang terjadi padaku? Kenapa bisa begini? Apakah ini yang dinamakan santet?' Panik. Tentu saja.
'Siapapun tolong aku!' Liora tetap berusaha menjerit dan bergerak. Namun, usahanya masih tidak berguna.
'Evaaaa! Di mana kamu? Apa kamu yang melakukan semua ini? Apa kamu yang melakukan santet padaku? Maafkan aku atas semua dosa-dosaku, Eva! Aku tidak akan bersikap narsistik lagi!' Jeritan kepanikan itu juga sia-sia.
Tiba-tiba, terdapat sebuah cahaya putih yang sangat terang. Mengerjap-ngerjap silau, Liora memendarkan pandangan dan menangkap bayangan di sebuah ruang kosong yang begitu hampa.
Liora memutuskan untuk berjalan dan terus berjalan. Hingga tak lama, dia melihat sosok wanita yang sedang berdiri membelakanginya di ujung ruang hampa tersebut.
Meskipun hanya dari belakang, wanita itu terlihat kacau dengan rambut kusut dan bergaun compang-camping dipenuhi bercak darah. Apakah dia hantu?
'Ah, umm ... hallo! Apa kamu bisa membantuku keluar dari sini?'
“….” Tidak ada jawaban. Sungguh wanita yang misterius.
'Mengapa diam saja? Katakan sesuatu! Jangan membuatku takut!' Liora terus berbicara meskipun tidak ditanggapi. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan.
'Aku bisa membantumu asal kamu bersedia melakukan sesuatu untukku.' Akhirnya terdengar jawaban. Suara yang begitu dalam dan merdu.
Liora melebarkan mata, 'Apa yang harus kulakukan? Aku akan melakukan apa saja asal bisa keluar dari sini.'
'Yang harus kamu lakukan adalah menjaga keluargaku dan membiarkanku tetap hidup.' Suara merdu itu terdengar sedikit bergetar.
Liora mengerutkan kening, 'Keluarga? Membiarkanmu hidup? Apa maksudnya?'
Samar-samar cahaya putih yang menyilaukan mata itu meredup bersamaan dengan sosok wanita misterius yang perlahan menghilang seperti kepulan asap yang menguap.
'Tunggu dulu! Jangan pergi begitu saja! Hey! Jangan per—
"LADY! SADARLAH!" Suara teriakan seorang wanita tiba-tiba terdengar mengejutkan.
Tirai mata Liora sontak terbuka sempurna. Suara nyaring yang baru saja terdengar berhasil membuatnya tersadar. Liora merasa jiwanya seperti terhempas dengan kuat. Sangat kuat.
Beranjak duduk dari tidur, dia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut pening. Ekor matanya kemudian melirik dan mengedar ke sekeliling. Kerutan di dahinya timbul semakin dalam.
"Aku ... di mana?"
Pemandangan pertama yang Liora dapatkan adalah sebuah langit-langit dengan ukiran artistik yang begitu detail dan berseni tinggi. Ranjang klasik yang berbeda dengan ranjang di kamarnya yang berdesain modern dan penuh teknologi canggih.
Ada pilar di setiap sudut ranjang yang tersampir sebuah tirai putih transparan. Tirai putih itu sedikit berkibar dengan gemulai akibat ulah angin yang menerobos masuk melalui jendela.
Sementara jendela di kamar itu bergaya victoria klasik yang menjulang tinggi. Semua furniture dan bangunan di sekitarnya seperti kamar seorang Putri yang ada di negeri dongeng. Dilihat dari sedotan pun tempat ini bukanlah kamar Liora.
Ekor mata Liora beralih pada seorang wanita yang sebelumnya berteriak dan membangunkannya. Wanita itu berpakaian maid yang sedang terlihat begitu khawatir.
"Syukurlah Lady sudah sadar setelah mengigau cukup lama," ucap wanita itu dengan mata berkaca-kaca.
"Apa maksudnya?" Liora kembali mengerutkan kening. "Bagaimana bisa aku tiba-tiba ada di sini? Dan juga, siapa kamu?" cecarnya penuh waspada.
Bergeming. Wanita itu terdiam sejenak. Bibirnya yang tertutup rapat perlahan terbuka. "Saya Emma, pelayan Anda, Lady. Apa Anda sungguh tidak mengingat saya? Sepertinya ada yang salah dengan kepala Anda usai tenggelam."
"Ha? Tenggelam? Jangan bercanda! Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu." Liora benar-benar dibuat frustrasi dengan berbagai kondisi irasional yang terjadi.
Liora sangat yakin jika sebelumnya berada di dalam mobil hingga mungkin telah terjadi kecelakaan padanya. Lalu bagaimana dia tiba-tiba berada di sini? Terlebih, tenggelam? Dia sama sekali tidak ingat jika jalanan yang dia lewati terdapat sungai. Semua yang terjadi saat ini sungguh tidak masuk akal.
"Ladyyyy!" Emma tiba-tiba berteriak dan menangis dengan keras.
"Hentikan! Kenapa kamu yang menangis? Seharusnya aku yang menangis." Liora merasa semakin bingung. Meskipun dia tetap terlihat tenang dan tidak se-histeris Emma, tetapi suaranya terdengar bergetar. Tentu dia juga takut dan panik bukan main.
"Saya yakin masalah di kepala Anda benar-benar serius, Lady. Saya akan memanggil Tuan dan Nyonya."
Liora membeku di tempat dan mulai bertanya-tanya, "Kegilaan macam apa ini? Bukankah sebelumnya aku berada di dalam mobil sebelum melihat truk yang menabrak mobilku? Apa aku sudah mati dan ini yang dinamakan surga?” monolognya masih tidak percaya.
Jika dibilang syuting, di mana pun terlihat tidak ada kamera. Jika dibilang mimpi, anehnya semua terasa begitu nyata. Liora bahkan tidak mengenal siapa wanita yang mengaku sebagai Emma si pelayan tersebut. Dan, yang terpenting, tubuhnya sama sekali tidak terasa sakit mengingat telah terjadi kecelakaan hebat padanya.
BRAKH!
Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka. Terlihat seorang wanita berusia sekitar separuh abad yang masih terlihat cantik dan anggun, pria berkumis melengkung yang juga berusia separuh abad dan terlihat kekar, serta Emma si pelayan yang berdiri di belakang mereka.
"Oh, Putriku! Kamu benar-benar sudah sadar, Sayangku!" Wanita itu tiba-tiba memeluk Liora dengan erat.
"Maafkan kami datang terlambat, My Love." Pria berkumis itu ikut mengelus pucuk rambut Liora dengan tatapan sayu.
Liora yang sejak awal bingung menjadi semakin bingung. Tubuhnya membeku dan tidak bergerak sedikitpun. Putriku? Seingatnya, kedua orangtuanya sudah wafat puluhan tahun yang lalu, sejak dia masih kecil.
"Apakah kita sedang syuting?" Liora bertanya dengan hati-hati.
"Syuting? Apa itu syuting, My Love?" Pria berkumis itu bertanya dengan wajah polos dan tatapan mata yang masih sayu.
"Kami tidak tahu apa itu syuting, yang kami tahu hanya kepiting. Apa kamu ingin makan kepiting, Sayangku? Emma akan membuatkan yang paling lezat." Kini wanita cantik dan anggun itu yang berbicara dengan tatapan khawatir.
Liora terdiam dengan pikiran yang rumit. Wajar jika dia masih tidak percaya dengan situasi irasional yang terjadi kepadanya. Dia merasa seolah-olah memainkan peran yang familiar, yang mana seseorang yang tiba-tiba masuk ke dunia asing dan biasa disebut dengan isekai. Ayolah, itu hal yang sangat tidak mungkin terjadi di dunia nyata.
"Sebentar, apa Anda sungguh tidak mengingat kami, Lady?" Emma bertanya dengan wajah panik.
Liora kembali terdiam sebelum menggeleng perlahan, "Aku tidak tahu siapa kalian."
Emma praktis menangis dengan keras. Pun wanita separuh abad yang cantik dan anggun itu juga ikut menangis. Namun, suara tangisan mereka terkalahkan dengan tangisan pria berkumis melengkung yang begitu melengking.
"Oh, My Love, bagaimana kamu bisa melupakan kami? Terlebih ayahmu yang imut ini. Ini tidak boleh terjadi. Cepat panggil dokter keluarga, Emma!" Pria berkumis itu berseru.
Ingatan
“Apa yang terjadi pada putriku? Cepat katakan!” Pria berkumis itu memperlihatkan raut wajah gusar. Dia adalah Duke William Shancez, seseorang yang tiba-tiba mengaku sebagai Ayah dari Liora. “Kenapa dia tidak bisa mengingat kami bahkan aku, ayahnya yang imut ini?” imbuhnya terisak dengan kepala bersandar di pundak istrinya, Ducess Diana Shancez.
Jemari lentik Diana membelai lembut kepala William, berusaha menenangkan meskipun dia juga butuh ditenangkan. Wajah cantiknya terlihat begitu sayu meskipun yang paling histeris adalah sang suami.
Matthew, seorang Dokter berkacamata bulat berantai emas mulai menjelaskan dengan seksama, “Setelah saya melakukan pemeriksaan, saya mendapatkan diagnosa untuk saat ini, yaitu ... amnesia.”
Semua orang di ruangan berdengung kaget.
“Amnesia?” William merasa asing dengan nama penyakit tersebut.
“Amnesia adalah kondisi di mana seseorang tidak bisa mengingat informasi, pengalaman, atau kejadian yang pernah dia alami sebelumnya. Ini adalah kondisi langka yang juga baru pertama kali saya temui. Bisa dikatakan dia sedang kehilangan ingatannya. Benturan keras saat terjatuh di sungai yang diterima kepala dari bebatuan besar di sungai itu bisa menjadi penyebabnya." Matthew memberikan penjelasan dengan serius.
“Jadi maksudmu, putriku yang berharga tidak memiliki ingatan apapun tentang kehidupannya selama ini? Bahkan dia juga tidak bisa mengenali kami dan jati dirinya sendiri?” William kembali bertanya dengan wajah tidak percaya.
Matthew mengembuskan napas berat kemudian menundukkan sedikit kepala, “Benar, Duke,” jawabnya.
Diana seketika menangis tersedu dan pilu.
William praktis memeluk pundak istrinya dan beralih memberikan tatapan tajam kepada Matthew, penuh kuasa. Berbeda dengan ekspresi sebelumnya yang mana dia begitu rapuh seperti Hello Kitty, dia kini berubah lebih ganas seperti Saitama, “Apakah tidak ada obat untuk menyembuhkannya?”
Matthew bergeming untuk sesaat sebelum akhirnya menggeleng pelan, “Dasar kesehatan kita saat ini masih belum memiliki obat untuk penyakit langka tersebut. Akan tetapi, saya akan mengajukan penelitian kepada istana agar bisa menemukan obatnya. Saya juga akan meminta bantuan kepada menara sihir agar mereka bersedia membantu.”
Istana? Menara sihir? Liora yang juga berada di dalam ruangan dan mendengar kata-kata itu menjadi semakin gila.
“Lalu apa yang harus kami lakukan?” Kini Diana yang berbicara sambil menahan isaknya.
“Anda hanya harus melakukan pendekatan kepada Lady secara bertahap. Dengan itu … saya harap Lady Cannaria akan segera pulih dan mengingat semuanya.”
Liora yang sejak tadi termenung dan sibuk memikirkan seberapa gilanya dia, tiba-tiba mendapatkan kesadarannya, “Tunggu! Kamu bilang siapa tadi? Katakan siapa namaku?”
“….”
Sedikit ada keheningan untuk sesaat.
Dengan wajah keheranan, Matthew kembali membuka suara, “Nama Anda adalah Lady Cannaria Swan."
Liora terhenyak seolah-olah pernah mendengar nama tersebut. Nama yang tidak asing dan masih terasa segar dalam ingatan. Saat dia kembali mendapatkan ingatan itu, bola matanya seketika membeliak lebar.
"APAAAH?!"
***
Satu pekan berlalu.
Liora duduk sambil memeluk kedua kaki di depan perapian. Berselampir selimut bulu yang membungkus pundak, dia hanya termenung dengan pandangan kosong lurus ke depan, menatap gerakan api yang menari-nari seakan sedang menertawai absurditas dan kekonyolan yang terjadi.
"Akkhhh!" Liora memekik lirih seraya menekan rambut dengan kedua tangan. Dia merasa bingung, gelisah, gundah, dan gulana.
Liora Belladona, aktris cantik yang tiba-tiba terlempar di dunia antah berantah dan terperangkap di zona waktu yang berbeda saat baru bangun tidur.
Gila, kan? Sangat!
Tidak masuk akal? Tentu saja!
Semua yang terjadi pada Liora memang sebuah kegilaan di luar nalar yang hanya terjadi dalam dunia fantasi.
Keanehan kembali memporak-porandakan akal sehat Liora saat dia menyadari jika tubuhnya merasuki sebuah film yang dia bintangi.
Bloody Roses, film yang diadaptasi dari novel dewasa bergenre tragedi, thriller, dan dark yang memiliki akhir kematian mengenaskan bagi sang tokoh penjahat. Seakan tidak puas sampai di situ, dia lah yang menempati tubuh sang penjahat itu sendiri, Cannaria Swan.
"Hahaha!" Liora tiba-tiba tertawa seperti bajingan yang mendapat lelucon tidak lucu.
Pada awalnya, Liora tidak menerima kenyataan bahwa dirinya masuk ke dalam dunia film yang dia bintangi dan berlatar Eropa abad pertengahan. Dia pikir semua itu hanya mimpi, hingga hari demi hari berlalu dan dia tak kunjung bangun dari mimpinya.
"Tidak ada kamera, tidak ada para penggemarku, tidak ada media sosial, tidak ada musik, tidak ada pizza favoritku, dan tidak ada latte berselimut caramel manis yang meleleh di atasnya. Apa aku bisa hidup dengan situasi primitif macam ini? Yang benar saja!" keluhnya dengan kepala berdenyut-denyut sebelum beranjak dan melangkah terhuyung.
"Dan juga, apa wajah ini sungguh masuk akal?" Liora telah berdiri di depan cermin dilengkapi keterpukauan saat melihat pantulan wajah yang bukan miliknya. Meski sudah satu pekan berlalu, Liora masih belum terbiasa dengan wajah itu.
Cannaria Swan, karakter antagonis yang diberkati kecantikan yang murni dan polos. Bulu mata panjang melengkung seperti lekukan yang menarik perhatian setiap kali mereka berkedip, rambut pirang kemerahan yang kontras dengan kulitnya yang putih, dan manik mata emeraldnya lebih jernih daripada permata mana pun.
Kecantikan yang tidak manusiawi, sama seperti akhir hidupnya, tidak manusiawi.
Meskipun Liora merasa terberkati karena karakter Cannaria memiliki latar belakang yang terbuat dari sendok berlian dan kedua orangtua yang sangat menyayanginya, tetapi akar masalahnya ada pada takdirnya, yaitu menjadi sang antagonis yang akan berakhir dengan tragis. Semua orang menyebutnya penjahat terburuk dalam sejarah yang mencelakai orang lain karena kecemburuan.
Mungkin karena sejak kecil Cannaria hidup dalam kemewahan dan merasa memiliki segalanya hingga berambisi untuk memiliki apapun yang diinginkan. Akibatnya, dia pun mendapat hukuman yang pantas bagi seorang penjahat, terkurung di penjara bawah tanah yang dingin dan gelap dengan kondisi tidak memiliki tangan dan kaki.
Ya, itu adalah sedikit cuplikan film yang diadaptasi dari novel yang dimainkan oleh Liora di kehidupan sebelumnya. Semuanya sudah tertulis dengan jelas di dalam skenario dan masih segar dalam ingatan bagaimana alurnya.
Dengan wajah putus asa, Liora berbaring di ranjang dengan kepala yang masih berdenyut-denyut, "Dari sekian banyak peran, mengapa aku harus masuk ke dalam tubuh pemeran antagonis yang memiliki ending mengenaskan itu, huh?"
"Apa karena aku adalah aktris yang memainkan perannya di kehidupanku sebelumnya?" Liora menerka-nerka.
"Oh, Evaa ... mendadak aku jadi begitu merindukanmu," monolognya lagi sambil menangis. Dia tidak pernah merasa serindu ini kepada Eva, menejer yang gemar dia bully.
"Lalu apa aku juga akan mengalami takdir buruk yang sama dengannya, seperti Cannaria 'yang asli'?" Pandangannya kosong tertuju pada langit-langit dengan ukiran artistik yang begitu detail dan berseni tinggi.
"Oh Tuhan, tidak adakah yang bisa kulakukan?" Dia mulai berpasrah dan menghirup napas dalam.
Setelah memasrahkan semuanya dan beberapa saat merenungi nasib, Liora tiba-tiba terlonjak duduk seolah-olah tersambar ilham, "Tunggu dulu! Sepertinya aku mengingat sesuatu."
Misi Pertama
Ingatan yang sempat terkubur tiba-tiba terlintas begitu saja. Liora mengingat kembali sosok wanita misterius yang dia temui di ruang hampa, wanita berpenampilan kacau dengan gaun compang-camping dan penuh bercak darah.
Entah semua itu nyata atau delusi, Liora seolah-olah tidak dapat lagi membedakan batas rasionalitas dalam dirinya sendiri. Dia terus berusaha menelaah semua yang terjadi. Ok, mari kita coba urutkan satu persatu peristiwa di luar nalar tersebut!
Pertama, semua kegilaan itu bermula saat Liora berada di dalam mobil Cadillac Escalade hitam miliknya sebelum melihat truk dengan kecepatan tinggi yang melesat ke arahnya hingga tabrakan hebat pun tidak dapat dihindari. Dirinya mengalami kecelakaan yang tragis dan mengerikan.
Anehnya, dia tidak terbangun di rumah sakit ataupun kuburan, melainkan di zaman Eropa abad pertengahan. Lebih sialnya lagi, dia malah merasuki raga pemeran antagonis dalam film dewasa bergenre fantasi romantis yang terakhir dia bintangi, Cannaria Swan.
Canna adalah putri tunggal dari seorang bangsawan tersohor yang menjabat sebagai Perdana Menteri Kekaisaran, Duke William Shancez, dan istrinya bernama Ducess Diana Shancez. Mereka berdua adalah figur orangtua yang sangat menyayangi dan selalu mengabulkan apapun keinginan putri semata wayang mereka.
Berkat itu, Canna menjadi pribadi yang sedikit angkuh dan semena-mena. Dia bahkan selalu menindas karakter utama wanita dalam cerita, Ellie Phillies, sehingga menjadikannya sosok antagonis yang sempurna. Mereka menjulukinya sebagai ‘Wanita Iblis’ yang layak untuk dibenci.
Dan kini, ingatan terakhir Liora berhenti pada sosok wanita misterius yang dia temui di ruang hampa. Apakah wanita itu adalah jelmaan Cannaria 'asli' yang ingin menyampaikan sesuatu kepadanya?
Dalam cerita, Canna terjebak dalam konspirasi pembunuhan calon Putri Mahkota yang mana protagonis wanita, Ellie Phillies, meskipun faktanya dia masih hidup dan memiliki akhir bahagia bersama protagonis pria.
"Saat itu, dia mengatakan apa, ya?" Liora mengerutkan kening sambil menggigit ujung kuku, berusaha mengingat kata-kata yang dia dengar sebelum jatuh ke dunia ini. Ingatannya terasa buram dan dia berusaha keras untuk memperjelasnya.
"Ah ...." Liora tersentak sembari menjentikkan jari bersamaan dengan bola matanya yang berbinar, "yang harus kamu lakukan adalah menjaga keluargaku dan membiarkanku tetap hidup."
Dia mendapatkan kembali ingatannya dan meyakini jika pesan itu yang dikatakan Canna 'yang asli' padanya, seolah-olah itu adalah permohonan dan harapan terakhirnya.
"Ya! Tidak salah lagi. Dia berpesan untuk melindungi keluarganya dan membiarkannya tetap hidup," ujarnya yakin dan kembali berpikir, "mungkinkah dia akan membantuku kembali ke dunia asalku jika aku bisa mengabulkan keinginannya? Lalu, jika aku sudah kembali ke duniaku, apakah dia juga akan kembali menempati tubuhnya lagi?"
Pikiran Liora dipenuhi absurditas. Sejak awal dirinya masuk ke tubuh Cannaria pun sudah rumit dan sangat tidak masuk akal.
Buru-buru Liora berjalan menuju meja kayu mahoni sebelum menghempaskan bokong dan duduk tegak. Dia kemudian mengambil pena dan membasahinya dengan tinta, bersiap menorehkan sesuatu pada buku tua yang dia temukan.
Jika ingin menghindari akhir buruk seperti takdir yang didapatkan oleh pemeran antagonis Cannaria Swan, maka yang harus aku lakukan adalah, melakukan hal kebalikan.
Artinya:
Jika Canna begitu mencintai sang protagonis pria … maka aku justru harus membenci protagonis pria.
Jika Canna ingin mencelakai protagonis wanita … maka aku justru harus melindungi protagonis wanita.
Jika Canna berusaha keras memisahkan kedua protagonis itu … maka aku justru harus membantu menyatukan mereka.
"Yaps! Dengan begitu, takdir buruk yang sudah digariskan pada Cannaria akan berubah menjadi kebalikan, yaitu takdir baik." Liora berbinar cerah setelah menuliskan formula kehidupan yang dia simpulkan di buku catatan.
Menatap lekat buku catatan di tangannya, Liora tersenyum, "Jika rencana ini berhasil, maka aku juga bisa melindungi keluarga Cannaria yang di dalam cerita ikut dihukum kerena kejahatan putri mereka.”
Tiba-tiba, Liora beranjak berdiri lalu berjalan mondar-mandir sambil menggigit ujung jarinya lagi. Dia memang memiliki kebiasaan onychophagia jika sedang berpikir, cemas, menunggu, bahkan stres.
“Hm, karena sebelumnya aku adalah aktris yang berperan sebagai Cannaria Swan, aku jadi mendalami peran dan membaca isi cerita dalam skenario yang diberikan padaku. Berkat itu, sedikit banyak aku bisa mengingat bagaimana alur ceritanya.”
Bloody Rose, kisah yang menceritakan tentang seorang karakter utama pria bernama Ellios Demente de Dias yang dikenal sebagai tirani kejam berdarah dingin sekaligus Putra Mahkota yang haus akan darah.
Ellios adalah penyihir jenius yang tidak bisa diikuti oleh penyihir lain di benua. Tidak mungkin bisa menggambarkan jumlah mana yang dia miliki—buff yang memang diberikan kepada sang tokoh utama pria.
Dia membunuh para musuhnya dengan kejam. Para wanita dan anak-anak diperlakukan tanpa belas kasih. Semua yang mengganggunya diperlakukan dengan brutal.
Selama menjadi Pangeran, aroma darah terus tercium dan pedangnya tidak pernah berhenti mengucurkan darah segar. Hingga akhirnya, para penduduk menyematkan julukan kepadanya 'sang Pangeran Neraka'.
Di satu sisi, tidak banyak yang tahu jika dia memiliki sebuah kelemahan. Kutukan. Ya, dia memiliki kutukan akan sentuhan wanita. Siapapun wanita yang menyentuhnya, maka sihir api miliknya akan melalap sekujur tubuhnya sendiri bagai senjata makan tuan. Hingga akhirnya, kutukan itu akan dipatahkan oleh sang karakter utama wanita, Ellie Phillies.
"Baiklah, mari kita ubah alur ceritanya. Mulai detik ini, lupakan nama Liora Belladona dan panggil aku sebagai Canna!" putusnya dengan wajah optimis dilengkapi sebelah tangan mengepal.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu diketuk disusul dengan deritan pintu. Emma berjalan masuk hingga membuat Liora menurunkan kembali tangannya yang mengepal bagaikan seorang patriot proklamator.
“Lady, saya membawakan beberapa camilan dan cokelat hangat untuk Anda.”
Canna mengangguk dan tersenyum. Iya, mulai detik ini kita akan memanggilnya sebagai Canna dan melupakan nama Liora. Dia sendiri yang memintanya.
Mengambil cangkir yang disajikan, Canna menyesap cokelat hangat yang masih terapung marshmallow di atasnya. Manisan kenyal itu terasa lembut saat meleleh di mulutnya, "Rasanya lezat. Terima kasih, Emma."
Emma berkaca-kaca dan menutupi mulutnya yang menganga.
"Ada apa?" Canna mengerutkan kening saat dengan ringan meletakkan cangkirnya.
"Ini adalah pertama kalinya Anda mengatakan terima kasih pada saya, Lady. Saya sangat terharu karena Anda begitu manis, sangat manis." Mata Emma masih berkaca-kaca dengan tatapan memuja.
Meskipun etiket bangsawan tidak mengharuskan seorang bangsawan untuk mengucapkan kata-kata sederhana tapi bermakna seperti 'terima kasih' kepada orang dengan status di bawahnya, tetapi kepribadian Cannaria 'yang asli' memang wanita yang dingin dan angkuh. Dia tidak mungkin bersikap manis di hadapan siapa pun.
Emma yang merupakan dayang pribadinya tentu saja terkejut saat melihat momen langka tersebut. Dia sampai tidak bisa berhenti menatap Canna dengan wajah bersemu merah.
"... Emma." Canna sedikit terbebani saat terus dipandangi.
“Ya, Lady?” Emma tersenyum lebar.
“Omong-omong, berapa umurku saat ini?”
“U-umur Anda?”
“Ya, aku kan sedang hilang ingatan.”
“Oh, benar juga. Saat ini Anda berumur sembilan belas tahun, Lady. Pesta kedewasaan Anda sudah selesai dilakukan, tetapi Anda masih harus memasuki akademi.”
Canna terdiam beberapa saat.
'Bagus! Itu tandanya aku sama sekali belum pernah bertemu dengan karakter utama pria karena ceritanya baru dimulai saat Cannaria berusia dua puluh tahun. Jadi, aku masih memiliki kesempatan sekitar satu tahun untuk mengubah alurnya,' batinnya dengan bibir yang tanpa sadar melengkung.
“Apa yang Anda pikirkan dengan senyuman aneh itu, Lady?” Emma mendadak takut.
Canna mengubah ekspresinya pada mode elegan. Dia adalah aktris. Tidak sulit baginya untuk bersandiwara. “Tidak ada. Apa kamu bisa melakukan sesuatu untukku, Emma? Ada hal penting yang harus kulakukan.”
“Tentu saya akan melakukan apa saja untuk Anda, Lady. Saya adalah pelayan Anda yang setia. Tapi, hal penting apa itu?" Entah mengapa, Emma memiliki firasat buruk.
"Hal penting untuk mengubah nasib. Aku ingin berburu."
"Oh, berburu ...." Terdengar kelegaan di suara Emma. "Baiklah, saya akan menemani Anda dan memanggil ksatria pengawal untuk melindungi Anda," imbuhnya dengan ceria, "Omong-omong hewan apa yang ingin Anda buru, Lady? Daging rusa liar pasti sangat lezat jika dibuat sup, hihihi." Emma tertawa kering.
"Bukan. Aku tidak ingin berburu hewan."
Emma mengerutkan kening, "L-lalu?"
"Berburu ... pria tampan."
“Maaf?" Emma tidak yakin dengan pendengarannya.
"Kamu pasti sudah mendengarnya."
"Berburu pria tampan Anda bilang?" beo Emma memastikan kembali yang dia dengar. Dia justru berharap kalau gendang telinganya bermasalah.
Canna mengangguk dengan wajah datar, tetapi terlihat begitu serius.
Masih ada waktu sekitar satu tahun untuk mengubah alur cerita. Jadi, dia bertekad untuk mencari sosok pria tampan yang bisa meminjamkannya status sebagai tunangan ataupun istri setidaknya selama dua tahun.
Dengan pertunangan palsu, mungkin dia tidak akan terlibat dengan pemeran utama pria karena sudah terikat dengan tunangannya.
Dalam cerita aslinya, Canna dan protagonis wanita akan bertarung dalam calon pemilihan Putri Mahkota. Mereka berdua menjadi kandidat bersama putri bangsawan yang lain untuk memenangkan posisi sebagai Putri Mahkota.
Jika Canna sudah memiliki tunangan, maka Kaisar tidak bisa memilihnya sebagai kandidat dan Duke William tidak akan mengajukannya sebagai salah satu peserta sehingga mereka pun selamat. Dia harus melakukan apa saja untuk menjauh dari sang karakter utama pria.
Lalu saat dia sudah kembali ke dunia asalnya dan Cannaria 'yang asli' kembali menempati tubuhnya lagi, maka dia bisa membatalkan pertunangan dengan pria itu kapan saja mengingat status mereka hanyalah kontrak.
Berkat itu, dia memutuskan jika misi pertamanya adalah pertunangan kontrak.
‘You’re so fuckin gorgeous, Lady! Kamu adalah wanita paling jenius di muka bumi ini. Albert Einstein pasti akan sangat bangga kepadamu, hohoho,’ benaknya mulai memuji diri sendiri.
“Lady, berburu pria tampan apa artinya Anda ingin memelihara budak?"
"Hm? Budak?" Canna sedikit terkejut dengan kesimpulan yang didapatkan Emma. Namun, dia juga tidak bisa mengatakan kalau sedang mencari partner untuk melakukan pertunangan kontrak. Bisa-bisa Emma membocorkannya kepada Duke dan rencananya berantakan.
"Hiks." Emma tiba-tiba menangis.
"Mengapa kamu menangis?"
"Hiks." Emma tetap menangis. Sungguh, dia tidak percaya jika setelah tersadar dari krisis, Canna justru menginginkan budak laki-laki berparas tampan.
'Apakah untuk memuaskan hasratnya yang terpendam pada budak tampan itu?' benak Emma yang semakin ke mana-mana.
Salahkan Canna yang tidak berniat menjelaskan misi yang sebenarnya kepadanya. Padahal, dia sempat berpikir jika sejak terbangun dari krisis, Tuan Putri-nya itu sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi ternyata justru lebih buruk.
"Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan?" Canna dapat melihat jika Emma memikirkan sesuatu yang tidak-tidak tentangnya.
"...."
Emma menutup mulutnya rapat-rapat.
"Apapun yang sedang kamu pikirkan, itu tidak penting (karena yang terpenting adalah keselamatanku)." Buru-buru Canna menarik pergelangan tangan Emma yang masih menyisakan kesalahpahaman.
"Ayo cepat berangkat! Kita tidak punya banyak waktu."
Gilda Four Night
Beberapa mil dari kediaman Duke, mobil yang ditumpangi Canna dan Emma berhenti. Kekaisaran Deltrias memang sebuah kerajaan dan negara dengan sistem monarki. Semua pakaian-pakaiannya juga bergaya renaissance ala bangsawan eropa.
Namun, era perkembangan zaman sudah sedikit maju yang mana sudah ada mobil di sini. Mobil antik yang sangat mahal. Kalian tahu ‘kan mobil klasik yang biasa digunakan dalam film yang dibintangi Brad Pitt, Leonardo DiCaprio, dan Margot Robbie? Ya, kurang lebih seperti itu.
Awalnya, Canna berpikir jika terdampar di sebuah tempat dengan latar seperti di era Romeo dan Juliet. Ternyata tidak sejauh itu. Beruntung sudah ada sebagian tekhnologi canggih dan mobil. Bokongnya jadi tidak terasa pegal karena harus berlama-lama duduk di dalam kereta kuda.
Canna turun dari mobil dibantu oleh seorang pengawal. Dia melihat ada begitu banyak orang di Alun-alun Ibu Kota yang ramai. Di antara mereka, ada air mancur besar yang disebut keistimewaan Deltrias. Bangunan-bangunan toko bergaya Romawi Kuno juga menjadi pemandangan klasik yang menyegarkan baginya.
“Wuah, menakjubkan!” Canna sibuk mengagumi keindahan di sekitar. Dia melihat pemandangan luar biasa yang sulit ditemui di kehidupan asalnya. Untuk kesekian kalinya, dia merasa yakin jika benar-benar terdampar di zona kehidupan yang berbeda.
“Ya, ibu kota memang selalu menakjubkan, Lady! Saya selalu merasa senang jika ikut berkunjung ke ibu kota." Emma tersenyum cerah saat dia berjalan mengekor di belakang Canna. Entah ke mana Canna akan membawanya, dia tetap antusias jika berjalan-jalan di ibu kota.
Wajar saja, karena mansion kediaman Duke berada di perbatasan. Terlebih, saat tragedi Canna yang jatuh ke sungai dan mengalami krisis, seluruh mansion berduka dan suasana menjadi sangat suram sekaligus menyedihkan.
Namun, setelah Canna kembali sadar, seketika kediaman itu mendapatkan kembali cahayanya. Mereka bersyukur karena Putri Duke kembali sadar meskipun beberapa hari terus mengurung diri.
Mereka tidak tahu saja jika Canna sedang sibuk merutuki nasib dan mengatur strategi. Mereka juga tidak tahu jika Canna yang saat ini bukanlah Canna 'yang asli' atau orang yang mereka sayangi.
“Sebenarnya kita akan pergi ke mana, Lady?" Emma mulai khawatir saat dengan tekun mengikuti Canna di belakang. 'Kuharap Lady melupakan niatnya untuk mencari budak tampan,' benaknya yang masih saja salah paham.
"Aku tidak berniat mengganti tujuan utamaku, Emma. Aku ingin berburu pria tampan. Hm, jadi tidak sabar." Canna menggelincirkan senyuman dan membuat Emma kian salah paham.
Emma terkesiap hingga terlonjak, "Lady, itu mungkin akan berbahaya. Ilegal namanya," bisiknya lirih sembari melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka.
Perbudakan memang sudah menjadi ilegal di Deltrias. Mereka yang memelihara budak akan menjadi aib. Emma takut jika rumor buruk tentang Canna yang sudah banyak menjadi semakin banyak. Memangnya seberapa buruk perlakuan Cannaria 'yang asli' di kehidupannya hingga Emma bisa berpikir demikian?
"Legal jika sama-sama suka." Canna menjawab datar dan tetap berjalan. Entah ke mana dia akan pergi, mata emerald-nya seolah sibuk berkeliling, melihat sesuatu yang dicari.
'Ck! Lagipula siapa yang bisa menolak wajah ini? Tidak ada pria yang mampu menolak kecantikan yang tidak manusiawi seperti ini. Emh ... kecuali karakter utama pria yang bodoh itu tentunya. Bisa-bisanya dia tidak tergoda,' benak Canna tidak habis pikir.
“Lady, tolong pikirkan lagi. Bagaimana dengan masa depan Anda? Lebih baik kita berburu camilan lezat di kedai Madam Bonita saja, ya?” Emma masih berusaha membujuk dengan tatapan memohon.
"Justru masa depanku dipertaruhkan di sini, Emma. Sudah, jangan banyak cakap! Kita harus segera masuk. Akhirnya sudah ketemu."
"Masuk?" beo Emma baru menyadari jika Putri Duke itu telah sampai di tujuan.
Sebuah bangunan berdinding tipis dan tinggi dengan plang kayu bertuliskan ‘The Royal Casino’ telah ada di hadapan. Sebagian besar penduduk tampak hilir-mudik memasuki tempat perjudian sekaligus tempat hiburan yang cukup terkenal tersebut.
Dengan jubah hitam yang menutupi gaun mewah dan rambut pirangnya yang indah, sepertinya penyamaran Canna cukup sempurna. Mungkin tidak akan ada yang menyadari jika dia adalah seorang wanita bangsawan.
Canna merasa harus menyembunyikan jati diri karena akan menjadi aib bagi keluarga Duke jika ada yang melihatnya berkeliaran di tempat seperti ini. Setidaknya dia tidak ingin menjadi anak yang durhakim.
"Cepat pakai jubahmu, Emma. Apa kamu ingin kita ketahuan?"
Emma yang sebelumnya tercenung segera tersadar dan langsung memakai jubahnya dengan patuh. Awalnya, dia bertanya-tanya mengapa Canna menolak ksatria pengawal yang telah diperintahkan Duke untuk melindunginya. Ternyata karena Putri Duke itu ingin berpetualangan di tempat terlarang.
Namun, apa hubungannya 'The Royal Casino' dengan berburu pria tampan?
Setelah memasuki ruangan, terdapat kedai minuman di bagian depan. Sebagian besar meja sudah diisi oleh pria-pria berotot yang sedang minum bir.
Canna dan Emma terus berjalan dan melewati mereka. Canna dengan wajah sangat bersemangat, sedangkan Emma dengan wajah memucat.
Dayang itu merasa takut saat melihat beberapa pria bertubuh kekar yang duduk sambil berkelakar. Suara gebrakan meja dari mereka hampir membuat jantungnya copot. Suasana yang cukup bar-bar bagi gadis berhati lembut sepertinya.
“Sebenarnya apa yang ingin Anda cari di tempat seperti ini, Lady? Saya rasa sejauh mata memandang, tidak ada sesuatu yang tampan seperti yang Anda cari." Emma berbisik lirih dengan tangan gemetar.
Pasalnya, yang Emma lihat hanya pria bertubuh kekar seperti binaragawan, bertubuh pendek, berkulit hitam, berambut keriting, berhidung bengkok, serta bergigi kuning akibat tembakau. Di mana letak pria tampan itu?
"Aku pasti akan menemukannya."
“Apa Anda yakin?” Emma kebingungan. Pria bertato tiba-tiba memelototinya dan membuatnya semakin ingin pulang. "Tidak ada apa-apa di sini selain pria-pria mengerikan itu, Lady,” imbuhnya dengan wajah hampir menangis.
Canna tiba-tiba berhenti dan praktis membuat Emma ikut berhenti. "... ini di sini."
"Di sini?" Emma mengernyit heran saat hanya melihat pintu bertuliskan 'Gudang Anggur' di bagian atasnya. "Ini hanya gudang anggur biasa yang ada di bangunan ini, Lady."
Canna terdiam beberapa saat di depan pintu gudang anggur tersebut. Sebuah gudang yang ada di pojok kedai minuman.
'Aku yakin di sinilah tempatnya, pusat informasi yang tersembunyi, Gilda Four Night.'
Comments